JAKARTA RAYA – Kuasa hukum PT Active Marine Industries mengajukan permohonan pemantauan persidangan kasasi perkara perdata No. 2260 K/PDT/2025 sekaligus permohonan perlindungan hukum kepada Mahkamah Agung RI dan jajaran lembaganya.
Permohonan itu disampaikan oleh Bottor Erikson Pardede, S.H., M.H. dan Harris Hutabarat, S.H. selaku kuasa hukum Lim Siew Lan, pemegang saham dan komisaris perusahaan, yang mengaku dirugikan oleh dugaan rekayasa hukum yang melibatkan dua orang: Roliati dan Ahmad Rustam Ritongga, S.H., M.H.
“Kami memohon Mahkamah Agung melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara ini serta memberikan perlindungan hukum kepada klien kami, Lim Siew Lan,” ujar Bottor, Jumat (4/7/2025).
Menurutnya, Roliati bukanlah pemegang saham sah PT Active Marine Industries. Status tersebut diperoleh melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dinilai tidak sah karena menggunakan dokumen bermasalah.
Kuasa hukum menjelaskan bahwa Roliati dan Ahmad Rustam Ritongga telah terbukti bersalah dalam perkara pidana pencurian secara bersama-sama dengan nilai kerugian mencapai Rp8,75 miliar. Kedua terpidana mengklaim dana tersebut sebagai honor pengacara dari perusahaan.
Putusan Kasasi Pidana Mahkamah Agung No. 1712 K/PID/2024 menyatakan Roliati bersalah dan menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara. Sementara itu, Ahmad Rustam Ritongga melalui putusan No. 1135 K/PID/2025 divonis 3 tahun penjara.
“Roliati dan Ahmad Rustam mengklaim uang tersebut sebagai honor hukum, padahal klien kami tidak pernah menyetujui pembayaran tersebut,” ujar Harris.
Selain telah menjadi terpidana dalam kasus pencurian, keduanya kini berstatus sebagai terdakwa dalam perkara pidana pemalsuan dokumen PT Active Marine Industries, yang saat ini disidangkan di Pengadilan Negeri Batam dengan nomor perkara No. 260/Pid.B/2025/PN.BTM atas nama Roliati dan No. 261/Pid.B/2025/PN.BTM atas nama Ahmad Rustam.
Polda Kepri juga telah menetapkan Roliati sebagai tersangka dalam perkara penggelapan uang perusahaan senilai Rp8,45 miliar, berdasarkan laporan Kantor Akuntan Publik Budiandru dan Rekan, tertanggal 6 Juni 2024.
Sumber sengketa bermula usai meninggalnya Mr. Lim Siang Huat pada 6 Juni 2021. Roliati, yang sebelumnya adalah karyawan perusahaan, mengklaim memiliki 25% saham berdasarkan surat tulisan tangannya sendiri, tertanggal 29 April 2010. Surat itu disebut sebagai pernyataan pemberian saham dari Mr. Lim, yang notabene warga negara Singapura dan tidak bisa membaca bahasa Indonesia.
“Selama hidup Mr. Lim, tercatat beberapa kali perubahan direksi dan kepemilikan saham, tetapi nama Roliati tidak pernah muncul sebagai pemegang saham,” kata Erikson.
Sementara itu, Ahmad Rustam Ritongga berdalih memiliki kuasa dari mendiang Mr. Lim berdasarkan Perjanjian Kerja tertanggal 20 Mei 2021. Berdasarkan dokumen itu, ia mendorong Lim Siew Lan menyelenggarakan RUPS. Namun kemudian terungkap bahwa dokumen yang digunakan dalam RUPS tersebut diduga kuat palsu.
“Karena kepercayaan terhadap kuasa hukum dan keterbatasan pemahaman hukum Indonesia, klien kami sempat mengikuti RUPS tersebut. Belakangan, kebenaran dokumen-dokumen itu dipertanyakan,” imbuh Harris.
Kuasa hukum berharap Mahkamah Agung memberikan perhatian serius demi memastikan keadilan ditegakkan dan mencegah penyalahgunaan sistem hukum. (hab)
Tinggalkan Balasan