JAKARTA RAYA, Medan – Mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, Ilyas Sitorus, membacakan nota pembelaan (pledoi) atas dakwaan korupsi terkait pengadaan aplikasi software perpustakaan digital dan media pembelajaran digital untuk SD dan SMP senilai Rp1,8 miliar pada TA 2021. Sidang berlangsung di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (31/7/2025).

Dalam pledoi yang disampaikan tim penasihat hukumnya dari Law Firm Dipol & Partners, Ilyas meminta agar dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka menilai tuntutan JPU tidak logis dan tidak objektif karena hanya didasarkan pada asumsi dan keterangan satu orang saksi ahli IT yang memeriksa aplikasi pada Juni 2024—saat aplikasi tersebut sudah tidak lagi aktif—tanpa bukti tambahan yang mendukung.

Penasihat hukum Ilyas, Dedy, menyebut bahwa fakta-fakta penting telah terungkap di persidangan. Salah satunya adalah keterangan saksi ahli IT, Dr. Benny Benyamin Nasution, yang menyatakan bahwa pemeriksaan baru dilakukan setelah ada surat permintaan dari Kejari Batu Bara pada Juni 2024, jauh setelah masa aktif aplikasi berakhir pada Desember 2022. Ia juga mengakui tidak mengetahui apakah aplikasi berfungsi saat masih aktif.

Saksi ahli auditor dari JPU, Marta Uli Damanik, juga menggunakan metode total loss untuk menghitung kerugian negara. Seluruh nilai kontrak pengadaan aplikasi—Rp1,697 miliar untuk SD dan Rp415 juta untuk SMP—dinyatakan sebagai kerugian penuh. Namun, berdasarkan kesaksian para kepala sekolah SD dan SMP di Batu Bara, aplikasi tersebut berfungsi hingga akhir 2022. Dedy menilai perhitungan auditor menjadi tidak valid karena hanya bersandar pada temuan ahli IT yang tidak mengamati fungsi aplikasi selama masa penggunaannya.

Penasihat hukum juga membeberkan bahwa sebanyak 243 kepala SD dan 42 kepala SMP menyatakan aplikasi digunakan sejak pelatihan pada 24 September 2021 hingga akhir 2022. Pernyataan tersebut disampaikan di bawah sumpah dalam persidangan. Pemeriksaan oleh JPU sendiri baru dilakukan pada Maret 2025, ketika aplikasi sudah tidak berfungsi.

Lebih lanjut, tim penasihat hukum mengelompokkan delapan kategori saksi, termasuk saksi dari Dinas Pendidikan, UKPBJ, perusahaan penyedia, staf IT Diskominfo, hingga terdakwa sendiri. Mereka menegaskan bahwa tidak ada satu pun saksi yang menyatakan Ilyas Sitorus menerima keuntungan atau memerintahkan tindakan korupsi.

“Berdasarkan keterangan semua saksi yang dihadirkan oleh JPU, tidak ada yang menyebut terdakwa menyuruh, melakukan, atau turut serta dalam tindak pidana korupsi,” tegas Dedy.

Pihaknya juga menegaskan bahwa uang sebesar Rp500 juta yang dititipkan oleh Ilyas adalah bentuk tanggung jawab moral, bukan pengakuan bersalah atau bahwa ia menikmati hasil korupsi. Karena seluruh dana proyek ditransfer ke rekening CV Rizky Anugrah Karya, yang direpresentasikan oleh Muslim Syah Margolang, maka menurut PH, tanggung jawab hukum seharusnya dibebankan sepenuhnya kepada perusahaan tersebut.

Dedy juga menolak rencana pembebanan uang pengganti kepada Ilyas secara proporsional, mengingat dana sepenuhnya dinikmati oleh pihak rekanan. Ia merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung RI No. 5 Tahun 2014 yang menyatakan uang pengganti dibebankan pada pihak yang menikmati hasil kejahatan.

Di akhir pledoi, tim penasihat hukum memohon agar majelis hakim membebaskan Ilyas Sitorus dari semua dakwaan dan memulihkan nama baik serta hak-haknya, seraya menegaskan bahwa putusan hakim nantinya harus bebas dari intervensi dan mempertimbangkan asas keadilan, kepastian hukum, serta kemanfaatan bagi masyarakat.

Sebelumnya, pada sidang 24 Juli 2025, JPU menuntut Ilyas Sitorus dengan pidana penjara dua tahun dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan, serta meminta uang titipan Rp500 juta dirampas untuk negara sebagai pengembalian kerugian keuangan negara. Ia dinilai terbukti bersalah sesuai Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pengadaan aplikasi ini mencakup 243 paket untuk SD dan 42 paket untuk SMP, dilaksanakan oleh CV Rizky Anugrah Karya dengan software dari PT Literasia Edutekno Digital.

“Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” kata JPU Rahmad.

Sidang ditunda hingga pekan depan dengan agenda tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum. (sin)

Terdakwa saat bersam Tim Penasehat Hukum Usai sidang di Pengdilan Negeri Medan.