JAKARTA RAYA – Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto, menegaskan perlunya pembenahan regulasi, penguatan basis data permintaan, serta dukungan pembiayaan inovatif untuk mempercepat penyediaan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menurut Zulfi, diskursus perumahan selama ini lebih banyak menyoroti aspek keuangan dan suplai, sementara sisi regulasi dan permintaan (demand) justru terabaikan.
“Indonesia belum memiliki peta permintaan hunian berbasis by name, by address, sehingga sulit menentukan lokasi dan penerima manfaat secara presisi. Akibatnya, terjadi anomali: backlog tinggi, tapi banyak rumah justru tidak terjual,” tegasnya saat peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) di Bandung.
Tantangan Sektor Informal
Anggota Dewan Pembina HUD Institute, Ali Kusno Fusin, menambahkan bahwa kelompok masyarakat formal relatif lebih mudah mengakses pembiayaan. Padahal, tantangan terbesar ada di sektor informal, yang meski memiliki pendapatan cukup, kerap tidak tercatat dalam sistem keuangan formal.
Hal senada disampaikan Ketua Umum MP3I, Lukman Hakim, yang menilai pemerintah perlu merevisi sejumlah regulasi prioritas agar kebijakan perumahan lebih tepat sasaran bagi semua segmen.
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar HUD Institute, Harun Al-Rasyid, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mengurai kerumitan kebijakan perumahan yang sarat kepentingan. “Tidak ada solusi tunggal. Semua pihak harus duduk bersama agar masyarakat segera memperoleh hunian layak dan terjangkau,” ujarnya.
HUD Academia dan Kolaborasi Regional
Pada kesempatan yang sama, HUD Institute meluncurkan HUD Academia, wadah kolaboratif akademisi, peneliti, dan praktisi untuk memperkuat basis pengetahuan serta inovasi dalam penyediaan hunian layak.
Zulfi juga menjelaskan, rangkaian Hapernas 2025 dipusatkan di Bandung dengan dua agenda utama:
1. Penandatanganan MoU antara HUD Institute, City University Malaysia, dan 25 perguruan tinggi swasta Indonesia.
2. Gelar Wicara Nasional terkait reformasi kebijakan perumahan dan pembangunan perkotaan.
MoU internasional ini mengusung tema “Dari Nusantara ke Persada Dunia: Memajukan Pendidikan Bersama” dan mencakup kerja sama riset, pertukaran dosen/mahasiswa, serta pengembangan teknologi perkotaan berkelanjutan.
Dalam kegiatan ini, MAPID hadir sebagai mitra strategis dengan menghadirkan platform geospasial berbasis AI untuk mendukung perencanaan perumahan, mulai dari analisis demografi, harga tanah, akses infrastruktur, hingga risiko bencana.
Mengawal Program 3 Juta Rumah
Zulfi menegaskan, HUD Institute sejak awal ditopang oleh lima pilar: akademisi, dunia usaha, birokrat, jurnalis, dan komunitas. “HUD lahir dari rahim kampus, dan kini kami kembali ke khittah dengan menggandeng 25 universitas swasta di Indonesia,” jelasnya.
Tantangan perumahan semakin dinamis seiring program 3 Juta Rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo. Program ini ditujukan untuk menekan backlog sekaligus menjadi strategi transformasi menuju visi Indonesia 2045: pertumbuhan ekonomi 8%, kemiskinan 0%, dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan dari desa.
“Diskusi dan aksi nyata lintas sektor akan menjadi kunci agar target besar ini bisa tercapai,” pungkas Zulfi. (Hab)
Tinggalkan Balasan