JAKARTA RAYA, Lubukpakam – Kasus penipuan penerimaan Akademi Kepolisian (AKPOL) dengan terdakwa Ninawati, yang merugikan korban Afnir alias Menir senilai Rp1,3 miliar, memasuki babak baru yang menuai sorotan tajam. Kali ini, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam dan tuntutan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli menjadi perbincangan hangat di kalangan publik, tokoh masyarakat, akademisi, dan praktisi hukum.

Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini diketuai oleh David Sidik Simare-mare, S.H., dengan hakim anggota Hendrawan Nainggolan, S.H. dan Erwinson Nababan, S.H.

Informasi yang dihimpun menyebutkan adanya dugaan aliran dana miliaran rupiah dari pihak terdakwa Ninawati kepada pihak Kejaksaan Negeri Labuhan Deli dan majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

Menanggapi isu ini, Humas PN Lubuk Pakam, Hendrawan Nainggolan, S.H., yang juga hakim anggota, membantah menerima uang dari terdakwa. “Kami tidak tahu bang terdakwa Ninawati memberikan uang ke siapa. Kebetulan saya lah hakimnya bang yang menyidangkan terdakwa dalam kasus Ninawati,” ungkap Hendrawan.

Terkait putusan 1 tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 2 tahun, Hendrawan menyarankan agar pertanyaan tersebut diarahkan kepada pihak Kejaksaan.

Hakim Anggota Erwinson Nababan, S.H., yang ditemui terpisah, juga membantah tegas menerima suap. “Itu tidak benar bang. Kalau memang saya menerima uang dari terdakwa Ninawati, saya sudah ganti mobil baru bang,” ujarnya.

Dugaan Permainan Hukum dari Tuntutan hingga Putusan

Ranto Sibarani, S.H., M.H., pengacara korban Afnir alias Menir, menduga adanya “permainan” dalam kasus Ninawati, mulai dari tuntutan jaksa hingga putusan pengadilan. “Kami menduga ada permainan kenapa terdakwa Ninawati dituntut Jaksa 2 tahun dan diputus di pengadilan 1 tahun. Ada apa? Sementara Ninawati ini viral, banyak yang menjadi korban bukan hanya klien saya saja, bahkan beredar begitu banyaknya Laporan Polisi (LP) di Polda Sumatera Utara. Kenapa dia tidak dihukum seberat-beratnya?” ungkap Ranto.

Senada dengan itu, tokoh masyarakat Sumatera Utara, Ir. Henry Dumanter Tampubolon, M.H., menilai Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli patut diduga lemah dalam memberikan tuntutan maksimal kepada terdakwa Ninawati.

“Kami patut menduga ada permainan antara pihak terdakwa Nina Wati dengan pihak Kejaksaan, dikarenakan tuntutan Jaksa lebih ringan, atau setengah dari tuntutan maksimal dalam kasus penipuan, sebagaimana dakwaan alternatif kesatu primer, yaitu Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” terang Henry Dumanter.

Ia menambahkan, kekalahan Jaksa di tingkat banding (hukuman berkurang menjadi 10 bulan) dan potensi kalah di Kasasi semakin memperkuat dugaan ini. Oleh karena itu, ia meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) turun langsung membentuk tim khusus untuk memeriksa oknum jaksa yang menangani kasus ini.

Akademisi dan Praktisi Hukum Pidana, Dr. Adv. Sri Wahyuni Laia, S.H., M.H., juga menyuarakan kekhawatiran yang sama. Ia menduga lemahnya tuntutan Jaksa dan lemahnya memori banding Jaksa yang menyebabkan kekalahan banding. “Kasus Nina Wati itu seharusnya dituntut maksimal atau dituntut seberat-beratnya dikarenakan Nina Wati itu sudah tergolong residivis dalam kasus penipuan yang sama, bahkan LP-nya bukan hanya satu,” tegas Sri Wahyuni.

Ia juga mendesak Kejagung untuk mengkaji ulang memori banding dan kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan, agar kasus ini menjadi terang benderang.

Kacabjari Labuhan Deli: Tidak Ada Permainan, Upaya Kasasi Ditempuh

Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Labuhan Deli, Hamonangan P Sidauruk, S.H., M.H., saat dikonfirmasi, dengan tegas menampik isu adanya “permainan”.

“Tidak ada permainan, Lae. Tuntutan dan putusan saja sudah berbeda jauh makanya kami banding dan kemudian kasasi. Berbeda dengan banding,” tegas Hamonangan.

Ia menjelaskan bahwa Kejari Labuhan Deli telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis 1 tahun penjara oleh PN Lubuk Pakam (30 Juli 2025), yang jauh di bawah tuntutan JPU 2 tahun. Pengajuan kasasi ini juga didasari oleh putusan banding di Pengadilan Tinggi yang mengubah vonis menjadi 10 bulan penjara.

“Kita dari kejaksaan (Labuhan Deli) melakukan upaya hukum terakhir Kasasi terhadap putusan terdakwa Nina Wati. Berkas kasasi sudah kita kirimkan ke Mahkamah Agung,” ujar Hamonangan, seraya menambahkan bahwa terdakwa belum dieksekusi karena putusan belum berkekuatan hukum tetap (in kracht).

Informasi di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Lubuk Pakam menunjukkan bahwa penasihat hukum terdakwa Nina Wati mengajukan banding pada 15 Agustus 2025, dan putusan banding (Nomor: 2034/PID/2025/PT MDN) keluar pada 17 September 2025.

Amar putusan banding tersebut:

  1. Menerima permintaan banding dari penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa.
  2. Mengubah putusan Pengadilan Lubuk Pakam Nomor 1563/Pid B/2024/PN Lbp tanggal 30 Juli 2025, sekadar mengenai penjatuhan pidananya.
  3. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 (sepuluh) bulan.

Hamonangan P Sidauruk kembali menegaskan, pihaknya akan melakukan upaya hukum sampai ke tingkat tertinggi untuk memastikan keadilan tercapai dalam kasus ini. (sin)