JAKARTA RAYA – Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mendapat pujian dari publik sekaligus meredakan ketegangan politik dalam menata keuangan negara. Itu menjadi keputusan brilian yang oleh Presiden Prabowo.

Pengamat kebijakan publik, Dahlan Muhammad menjelaskan, sejak dilantik Presiden Prabowo Subianto, Menteri Keuangan Purbaya, langsung gerak cepat (gercep) menata keuangan keuangan negara, termasuk mengoreksi program MBG, BI, Pertamina , TKD, Pajak ,Bea Cukai , Whoosh, IKN, dan terakhir Cortex. Keseluruhannya menjadi harapan rakyat dalam tata kelola keuangan Negara yg sudah masif.

Itu semua, lanjut Dahlan, merupakan tindakan yang baik dari sisi pencitraan, sehingga terkadang melupakan esensi masalah yang timbul. Misalnya, program MBG untuk 25% “anak kelaparan” di Indonesia yang disebut Presiden Prabowo pada forum internasional G20 di Brasil.

“Mengacu pada data Kemendikbud semester ganjil 2024/2025: SD: ±25,2 juta siswa, SMP: ±10,2 juta siswa, SMA: ±5,1 juta siswa, SMK: ±12,7 juta siswa Total = ± 53,17 juta siswa. (jika 25% yang dimaksud adalah 13,25 juta, Lalu yg kita mau gunakan 100% siswa atau Pidato Prabowo yg 25 %, Lupa ya!,” ujarnya.

Hal lain yang dikerjakan Menkeu, lanjut Dahlan Muhammad, adalah menggelontorkan uang Rp 200 triliun dari BI ke perbankan dalam upaya menggerakkan perekonomian masyarakat. Namun, berapa persen dana tersebut diterima untuk pengembangan pelaku UMKM. “Dan beranikah Purbaya umumkan,” tuturnya.

Hal lain yang menjadi sorotan Purbaya adalah Pertamina. Di mana Pertamina hanya jualan sendiri bertahun-tahun, dan rakyat jadi pelanggan serta subsidi agar terjangkau. Tapi Subsidinya buat siapa?
Ia menilai gaya kepemimpinan ceplas ceplos bak coboy itu menjadi harapan ditengah sirkus perselingkungan politik. Di mana, rakyat sudah antipati dan muak dengan kebijakan yang tidak pro rakyat. Rakyat berharap, kepemimpinannya yang tegas itu untuk pro rakyat bukan kebijakan tak pro rakyat.

Dahlan Muhammad juga menyoroti masalah Transfer ke daerah (TKD). Ia menilai sudah menjadi budaya setiap daerah dimana akhir tahun penyerapan anggarannya luar biasa dan dilanjutkan dengan Selisih Penggunaan Anggaran (SILPA) yang sampai saat ini tidak ditentukan angka persentasenya pada masing-masing daerah.

“Lagi-lagi mana kebijakan umumnya, pak Menku. KDM memprotes secara bijak namun tidak mampu menggugurkan sebuah kebiasaan buruk selama ini,” ujarnya.

Belum lagi pajak dan cortex yang menjadi kebanggaan Luhut dan Sri Mulyani. “Saat itu sepertinya krisis bangsa ini dapat secercah harapan, setelah Purbaya hadr, ternyata benar. Vendor asing tapi programrnya sangat diragukan, ternyata amburadul. Jadi apakah Purbaya berani melakukan pengaduan pada kejaksaan atau KPK atau di diemkan saja dan tanpa sanksi bagi Vendor. Apakah takut karena dibelakang ada becking kuat, yg pasti enak banget ya dengan biaya Triliunan rupiah tidak diperiksa, coba rakyat kecil,” jelasnya.

Tolak Utang Whoosh

Belum lama ini, Menteri Purbaya menegaskan untuk menolak pembayaran utang whoosh dengan uang APBN, tapi menjadi tanggung jawab Danantara. “Secara politik memberikan sikap cerdas dan terukur, tapi secara matematika, uang Danantara berasal dari keuntungan perusahaan milik negara, seperti PLN, Pertamina dan lainnya. Semuanya berasal dari rakyat,” ujarnya.

Melihat kinerja sebagai bendahara negara, lanjut Dahlan Muhammad, masyarakat sudah terkesima dengan masa lalu. Masih ingat dengan mobil SMK, gubernur yang suka liat gorong-gorong, dan sebagainya.

“Kami menunggu pa Purbaya, berani melaporkan kepada Kejakasaan oknum Pajak , oknum Bea Cukai , Oknum Importir , Oknum BI , Oknum PLN ,Oknum Pertamina yg korup , dan yang lebih penting dan perlu kapan Pa Menkeu membuat kebijakan sehingga harga Bahan Bakar dan Listrik turun. Bila itu dilaksanak, itu baru koboi ekonomi, kalau cuma pencitraan itu koboi koboian,” pungkasnya. (dm)