JAKARTA RAYA — Menjadi seorang Rising Star bukanlah kejadian instan, melainkan proses panjang yang membutuhkan kemampuan membaca perubahan dunia, menguasai teknologi, kecakapan bahasa, pendidikan yang kuat, serta pemahaman budaya. Pesan tersebut menjadi fokus utama dalam Seminar Nasional “The Power of Rising Star” yang diselenggarakan Yayasan El John Indonesia di Merlyn Park Hotel, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Acara ini dihadiri ratusan peserta, termasuk finalis Miss Chinese Indonesia 2025 dan masyarakat umum dari DKI Jakarta dan sekitarnya. Hadir sebagai narasumber lintas disiplin:
- Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H. — Guru Besar dan Ketua Yayasan Universitas Tarumanagara
- Jimmy Xiao — Direktur El John Academy
- Hasan Karman — Budayawan Tionghoa dan mantan Wali Kota Singkawang
Menjadi Rising Star: Tantangan dan Kesempatan
Ketua Yayasan El John Indonesia M. Johnnie Sugiarto menjelaskan bahwa The Power of Rising Star tidak hanya berbicara mengenai individu yang bersinar, melainkan entitas—baik pribadi, institusi, maupun negara—yang memiliki potensi besar untuk berkembang.
“Rising Star adalah mereka yang tahu arah perkembangan, meningkatkan kompetensi, dan siap menghadapi tantangan global,” ujarnya.
Menurut Johnnie, generasi muda Indonesia 2045 harus mampu membaca peluang masa depan, memahami perubahan geopolitik, membangun citra diri di dunia digital, serta mengedepankan semangat untuk selalu belajar.
“Kesempatan selalu terbuka bagi mereka yang mau berkembang. Mimpi boleh setinggi langit, tapi kita harus bergerak, tidak pasif, dan terus bertumbuh,” tambahnya.
Ia mencontohkan Singapura sebagai negara yang menjadikan pendidikan sebagai investasi strategis, bahkan bagi masyarakat lanjut usia.
Pendidikan Harus Jadi Proyek Kebangsaan
Guru Besar Untar Prof. Ariawan Gunadi menegaskan bahwa peningkatan kualitas SDM adalah kunci kebangkitan Indonesia. Ia mengutip UNDP Human Development Report 2023 yang menempatkan Indonesia pada peringkat 116 dunia, tertinggal jauh dari Singapura peringkat 8.
“Perbedaannya bukan pada kekayaan alam, tetapi strategi pengembangan manusia. Pendidikan harus menjadi strategic industry dan proyek kebangsaan lintas pemerintahan,” tegasnya.
Pemerataan kualitas pendidikan, digitalisasi, dan kolaborasi antar-lembaga disebut menjadi syarat mutlak agar Indonesia dapat bersaing di tingkat global.
Budaya sebagai Jati Diri di Era Global
Budayawan Tionghoa Hasan Karman menekankan pentingnya pemahaman budaya sebagai modal sosial generasi muda. Ia menyebut akulturasi budaya mengajarkan bahwa perbedaan bukan penghalang, melainkan ruang untuk memperkaya identitas nasional.
“Pemahaman budaya akan melahirkan kebijakan dan karakter yang relevan dengan perkembangan zaman,” jelasnya.
Program Pembinaan dengan Format Baru
Direktur El John Academy Jimmy Xiao menjelaskan bahwa tahun ini program pembinaan finalis Miss Chinese Indonesia diubah menjadi seminar nasional sebagai bagian dari bootcamp edukatif.
“Tujuannya memperluas wawasan generasi muda agar memiliki bekal hidup yang lebih baik, bukan sekadar menjaga citra diri,” ujarnya.
Peserta mendapatkan materi dari profesor, ahli digital, serta pengajar bahasa dan budaya Mandarin untuk mendukung kompetensi global mereka.
“Kami ingin mereka tampil sebagai bintang Indonesia di panggung dunia, membawa hati, loyalitas, dan kebanggaan sebagai orang Indonesia,” tandasnya.
Membangun Generasi Berdaya Saing Global
Seminar ini menegaskan bahwa menjadi Rising Star membutuhkan fondasi yang kuat, meliputi:
- Pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan
- Kemampuan membaca arah perubahan dunia
- Penguasaan teknologi dan digital
- Kecakapan bahasa internasional
- Pemahaman budaya sebagai jati diri
- Rekam jejak digital yang kredibel
Dengan bekal tersebut, generasi muda diharapkan menjadi pendorong utama terwujudnya Indonesia Emas 2045—bangsa yang maju, mandiri, dan berpengaruh di tingkat global. (hab)


Tinggalkan Balasan