JAKARTA RAYA – Sektor ekonomi kreatif dinilai memiliki potensi kuat untuk menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional di tengah upaya Indonesia menjaga momentum menuju target pertumbuhan 8 persen. Dengan kekayaan budaya, basis talenta yang luas, serta dukungan transformasi digital, ekonomi kreatif dipandang mampu memperkuat fondasi transformasi ekonomi Indonesia ke depan.
Penilaian tersebut disampaikan Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) dalam forum Prasasti Insights yang digelar bersama Kementerian Ekonomi Kreatif Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Board of Advisors Prasasti, Burhanuddin Abdullah, menegaskan bahwa ekonomi kreatif Indonesia memiliki keunggulan struktural yang sulit direplikasi negara lain. Kekayaan budaya yang orisinal serta kreativitas berbasis keragaman dinilai menjadi diferensiasi utama dalam persaingan global.
“Indonesia memiliki modal yang tidak mudah direplikasi, yakni kekayaan budaya yang orisinal dan kreativitas yang tumbuh dari keragaman. Diferensiasi nilai ini relevan untuk membuka peluang pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Burhanuddin, Rabu (24/12/2025).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kinerja sektor ekonomi kreatif relatif solid. Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif tercatat tumbuh 5,69 persen, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Dari sisi perdagangan, nilai ekspor ekonomi kreatif telah mencapai US$12,89 miliar atau sekitar Rp212,69 triliun dan melampaui target 2025. Hingga November 2025, sektor ini juga telah menyerap sekitar 27,4 juta tenaga kerja.
Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menekankan bahwa pengembangan ekonomi kreatif harus dimulai dari daerah. Menurutnya, kekuatan utama sektor ini justru terletak pada potensi lokal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
“Tambang baru Indonesia itu ekonomi kreatif dari masing-masing daerah. Kekuatan budaya lokal, generasi muda digital native, serta percepatan transformasi digital menjadikan ekonomi kreatif sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional yang dimulai dari daerah,” ujar Teuku Riefky.
Melalui program Asta Ekraf, pemerintah mendorong pengembangan talenta kreatif lintas subsektor melalui pelatihan, perluasan akses pasar, serta dukungan pendanaan. Program ini ditujukan agar pelaku ekonomi kreatif dapat naik kelas dari tingkat lokal ke nasional hingga global.
Sejalan dengan itu, Executive Director Prasasti, Nila Marita, menilai penguatan ekonomi kreatif membutuhkan ruang dialog kebijakan yang inklusif, terstruktur, dan berorientasi solusi. Ia menyebut forum Prasasti Insights menjadi fondasi awal untuk menyelaraskan pandangan dan arah kebijakan ekonomi kreatif ke depan.
“Kekuatan ekonomi kreatif nasional berakar pada keragaman lokal, talenta daerah, dan ekosistem kreatif di berbagai wilayah. Konsistensi kebijakan dan dukungan lintas pihak menjadi kunci agar potensi ini terus berkembang,” kata Nila.
Dari sisi subsektor, Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, menilai perkembangan ekonomi kreatif berjalan seiring kemajuan teknologi digital dan perubahan demografi. Saat ini, kontribusi terbesar masih berasal dari subsektor kuliner, fesyen, dan kriya.
Namun, ia melihat subsektor bernilai tambah tinggi seperti film dan musik memiliki potensi besar, terutama dengan semakin kuatnya peran platform digital dan layanan over-the-top (OTT) sebagai saluran distribusi dan monetisasi.
“Penguatan subsektor ini penting agar struktur ekonomi kreatif semakin seimbang dan berdaya saing,” ujar Nailul.
Pemerintah pun menegaskan komitmen memperkuat ekosistem ekonomi kreatif melalui sinkronisasi kebijakan lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian UMKM, serta Kementerian Pariwisata. Langkah ini dilakukan agar ekonomi kreatif berkembang sebagai bagian integral dari ekosistem ekonomi nasional sekaligus mendorong pertumbuhan berbasis daerah. (hab)


Tinggalkan Balasan