JAKARTA RAYA, Serdang Bedagai – Kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian dan restrukturisasi kredit oleh Bank Sumut Cabang Sei Rampah terus menjadi sorotan publik. Sejak disidik Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai, sederet nasabah dan mantan pejabat bank telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, publik bertanya: di mana audit, dan di mana keadilan?
Beberapa tersangka telah mendekam di Rutan Tanjung Gusta, termasuk dua eks pejabat Bank Sumut, TAM (mantan kepala cabang) dan PC. Namun, nama-nama lain yang disebut turut terlibat dalam proses persetujuan kredit—seperti GC (wakil pimpinan), AH (APK), RK dan TZ (account officer), serta NAD (koordinator restrukturisasi)—hingga kini belum dijerat hukum.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Serdang Bedagai, Hasan Afif Muhammad, mengatakan proses penyidikan masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan ada penambahan tersangka. “Kami melakukan pendalaman. Kemungkinan ada pihak lain, termasuk internal bank,” ujarnya, Rabu (11/6/2025).
Namun di tengah proses tersebut, muncul kritik keras dari kalangan praktisi hukum dan masyarakat. Mereka menyoroti penahanan terhadap nasabah yang justru mengajukan restrukturisasi kredit—prosedur legal yang diakui dalam sistem perbankan nasional.
“Kalau prosedur formal telah dijalankan, tanpa niat jahat yang terbukti, maka ini seharusnya menjadi urusan perdata, bukan pidana,” kata seorang pakar hukum perbankan yang enggan disebut namanya.
Poin krusial lain adalah ketiadaan hasil audit dari BPK, OJK, maupun audit internal Bank Sumut yang menunjukkan kerugian negara akibat transaksi tersebut. Tanpa temuan tersebut, dasar pemidanaan menjadi kabur dan rentan dipertanyakan.
Tokoh masyarakat Serdang Bedagai, Budi, SH, juga angkat bicara. Ia menuntut Kejaksaan bertindak transparan dan adil, bukan hanya menyasar pihak yang lebih lemah.
“Jika pejabat bank ikut menandatangani proses restrukturisasi, maka tanggung jawab hukum tidak bisa hanya dibebankan pada nasabah,” ujarnya. “Hukum tidak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas.”
Situasi ini menjadi ujian serius bagi Kejari Serdang Bedagai—apakah benar-benar mengedepankan keadilan atau justru mempertontonkan praktik tebang pilih?
Masyarakat kini menanti langkah nyata: audit yang objektif, pengusutan menyeluruh, dan proses hukum yang benar-benar menjunjung asas keadilan. (sin)
Tinggalkan Balasan