JAKARTARAYA – Ketua Warteg Merah Putih (Kowarmart), Izzuddin Zidan menilai, rencana penerapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) membebani pemilik Warung Tegal (Warteg) di Jakarta.
“Enggak setuju, karena kan kalau misalnya diterapkan, memberatkan buat kita. Makin berkurang lagi pelanggan,” ujar Zidan, saat dikonfirmasi Rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Jumat (3/10).
Menurutnya, sebagian besar konsumen tempat makan tersebut merupakan perokok, mulai dari buruh, pekerja proyek, pengemudi ojek online hingga pekerja kantoran.
“Biasanya pelanggan habis makan itu sambil merokok. Karena ada larangan, khawatir nanti makin sedikit orang yang datang. Tentu omzet warteg juga ikut berkurang,” ucapnya.
Ia menegaskan, kebiasaan merokok setelah makan sudah menjadi kebiasaan para pelanggan warteg. Jika kebijakan KTR dipaksakan, dikhawatirkan jumlah pengunjung akan berkurang drastis dan berdampak pada penurunan omzet.
“Kalau terkait KTR terlalu memberatkan ketika itu diterapkan di warteg-warteg. Karena apa? Dengan kondisi saat ini, misalnya setelah pandemi Covid-19, banyak warteg yang sudah tutup,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan warteg sebagai warung kecil tidak bisa disamakan dengan restoran yang memiliki ruang khusus perokok.
“Warteg ini UMKM, bukan restoran. Warteg kan untuk masyarakat menengah ke bawah. Jadi nggak usah lah diterapkan di warteg. Kalau mau diterapkan, ya di restoran-restoran besar saja. Kalau di warteg itu kurang sesuai,” katanya.
Sementara itu, ukuran warteg rata-rata sekitar 4 x 5 meter dan bersifat terbuka. Dengan kondisi tersebut, penyediaan area khusus merokok sulit dibuat.
“Apalagi di tempat terbuka ya. Warteg ini kan nggak pakai AC, nggak ada ruang khusus. Ukurannya kecil. Jadi kalau mau, aturan itu diterapkan di tempat besar, bukan di warteg,” ujarnya.
Ia berharap, DPRD Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta bisa mempertimbangkan kembali rencana penerapan KTR pada Warteg. Pasalnya, kebijakan tersebut mempengaruhi keberlangsungan UMKM.
“Harapannya janganlah diterapkan di warteg. Bagaimana nanti kelompok menengah ke bawah mau mampir? Kan akan berpengaruh ke omzet dan penghasilan warteg,” tuturnya. (jr)
Tinggalkan Balasan