JAKARTA RAYA, Depok – Ramainya pemberitaan terkait dugaan jual beli proyek yang menyeret salah satu anggota DPRD Kota Depok, ditanggapi serius oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD. Ketua BK DPRD Depok, Qonita Lutifiyah, menegaskan seluruh laporan yang masuk akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku.

Menurut Qonita, pihaknya berkomitmen konsisten dalam menindaklanjuti pengaduan dengan mendengarkan keterangan baik dari pelapor maupun terlapor. Hal tersebut ia sampaikan usai menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor BK, Kamis (23/9/2025).

“Hari ini kami selesai melaksanakan RDP untuk mendengarkan pihak pelapor, guna mendapatkan informasi yang jelas terkait permasalahan ini,” ujarnya.

Qonita menegaskan, kewenangan BK hanya sebatas pelanggaran etik. Jika persoalan menyentuh ranah hukum, maka akan diserahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum (APH).

“Kalau pun nanti benar bersentuhan dengan hukum, maka langkah BK adalah menunggu proses hukum itu selesai,” tambahnya.

Ia memastikan pihaknya segera memanggil terlapor untuk dimintai keterangan secara langsung. “Proses ini belum selesai. Setelah ini kita panggil terlapor untuk mediasi. Hasil akhir akan ditentukan sesuai tahapan yang berlaku. Soal sanksi, belum bisa kami sampaikan karena masih dalam proses penyelesaian,” jelasnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Kota Depok, Turiman, meluruskan isu yang menyeret salah seorang anggota dewan berinisial TR. Menurutnya, publik perlu memahami batas kewenangan DPRD agar tidak terjadi salah persepsi, khususnya terkait isu anggaran dalam surat perjanjian yang beredar.

“Anggota DPRD, baik di Depok maupun di seluruh Indonesia, tidak memiliki anggaran sendiri untuk pembangunan infrastruktur. Yang ada hanyalah pokok-pokok pikiran (pokir), hasil reses, maupun kunjungan kerja. Pokir bukan dana milik dewan, melainkan usulan masyarakat yang diajukan ke eksekutif,” tegasnya.

Ia menambahkan, tugas utama dewan adalah menyerap aspirasi masyarakat, bukan mengelola anggaran. “Pokir adalah bentuk aspirasi warga yang dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan. Jadi jelas, dewan tidak memegang dana pembangunan,” tandasnya.

Sebelumnya, dalam keterangannya, seorang pelapor berinisial PA mengaku telah menyetorkan uang sebesar Rp160 juta sebagai imbalan untuk mendapatkan proyek infrastruktur melalui aspirasi tahun anggaran 2025. Namun, hingga kini janji tersebut tak kunjung terealisasi.

Merasa ditipu, PA pun menempuh jalur hukum. Melalui tim kuasa hukumnya, Syapri Adillah, SH., MH., PA telah melayangkan surat permohonan RDP kepada Sekretaris Dewan (Sekwan), Ketua BKD, dan Ketua DPRD Kota Depok.

Dengan demikian, BK DPRD Depok memastikan proses etik tetap berjalan sesuai aturan, sementara dugaan kasus hukum diserahkan ke aparat penegak hukum untuk ditangani lebih lanjut. (yopi)