JAKARTA RAYA, Berau – Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa aliran dana PT Bara Jaya Utama Grup (BJU) yang menerima fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Uchok menduga bahwa dana yang diterima PT BJU digunakan untuk mendukung kegiatan tambang batu bara ilegal di Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
“PT BJU tidak melakukan kegiatan penambangan batu bara sesuai dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimilikinya, dan mereka juga telah merusak fasilitas Bumi Perkemahan Pramuka Mayang Mangurai serta Hutan Tangap akibat penambangan ilegal di kawasan yang tidak memiliki izin maupun dokumen Amdal,” jelas Uchok dalam keterangannya kepada media pada Kamis (27/3/2025).
CBA juga menduga bahwa batu bara yang dikumpulkan dan dijual oleh PT BJU adalah batu bara yang ditambang tanpa izin IUP dari Kementerian ESDM, dan sebagian lainnya dibeli dari petani atau koridor tambang ilegal.
“Jadi, uang yang diterima PT BJU melalui fasilitas kredit digunakan untuk mendukung penambangan ilegal di Berau, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini dapat dikategorikan sebagai tindakan penadah,” kata Uchok.
Uchok juga menyoroti potensi penyalahgunaan dana tersebut yang diduga digunakan untuk memperkaya diri atau mendanai aktivitas penambangan ilegal PT BJU di Berau.
Selain itu, Uchok menegaskan bahwa aktivitas penambangan tanpa izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga merugikan masyarakat setempat.
“KPK jangan mudah terpengaruh oleh alasan yang diberikan oleh PT BJU atau LPEI. Yang terpenting adalah dana sebesar Rp474,8 miliar yang diterima PT BJU harus dikembalikan ke negara. Tahun lalu, KPMKB juga telah mendesak pemerintah untuk mengaudit PT BJU, PT SBB, dan PT SBE yang diduga menjadi penadah hasil pertambangan ilegal di Berau,” pungkas Uchok.
Sebagai informasi, KPK sebelumnya telah memeriksa bos Bara Jaya Utama Grup (BJU Group) Hendarto pada Senin (20/1/2025). Hendarto diperiksa untuk kedua kalinya sebagai saksi terkait penyidikan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pembiayaan dari LPEI kepada PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan debitur lainnya. Hendarto juga diketahui sebagai mantan Komisaris Utama PT SMJL.
Kelima saksi yang telah diperiksa dalam kasus ini adalah karyawan Bara Jaya Utama (BJU) Group, yakni Verly, Bambang Irawan, Eko Cahyono (karyawan PT Mega Alam Sejahtera, anak usaha BJU), Ari Dwi Atmaja (karyawan PT KPN), dan Roby Wagner.
Tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini antara lain Ngalim Sawego (Direktur Eksekutif LPEI), Dwi Wahyudi (Direktur Pelaksana I LPEI), Basuki Setyadjid (Direktur Pelaksana II LPEI), Arif Setiawan (Direktur Pelaksana IV LPEI), Omar Baginda Pane (Direktur Pelaksana V), Kukuh Wirawan (Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI), dan Hendarto (Pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit).
Penyidikan ini berawal dari laporan masyarakat mengenai dugaan korupsi di LPEI yang masuk pada Mei 2023. Selain Hendarto, mantan Kadiv Pembiayaan I LPEI, Kukuh Irawan, dan mantan Sekretaris Direktur Pelaksana LPEI, Mutiara Permata Hati, juga telah diperiksa oleh KPK terkait perkara yang sama.
“Kasus ini juga berkaitan dengan isu yang beredar mengenai keterlibatan Kejaksaan Agung dalam proses lelang barang rampasan korupsi berupa paket saham PT Gunung Bara Utama yang dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung (PPA Kejagung) pada 8 Juni 2023, yang dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri dengan harga penawaran sebesar Rp1,945 triliun,” tutup Uchok. (hab)
Tinggalkan Balasan