JAKARTA RAYA, Zurich — Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bern bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Swiss dan Liechtenstein (PPI SL) menggelar Dialog Kebangsaan bertajuk “Menjadi Diaspora: Antara Pancasila dan Paradigma Global” di Novotel Zürich City West. Kegiatan yang berlangsung dalam format hybrid ini dihadiri pelajar, profesional, dan masyarakat Indonesia dari berbagai kota di Swiss dan Liechtenstein. Menariknya, hadir pula peserta lintas generasi, termasuk Ketua PPI SL tahun 1970 dan Ketua PPI tahun 2025.
Dialog menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Yudi Latif Ph.D., cendekiawan dan Kepala BPIP RI periode 2017–2018; Ngurah Swajaya, Duta Besar RI untuk Swiss dan Liechtenstein; serta Abraham Ara, Director – Asia Switzerland Julius Baer. Ketiganya menyampaikan pandangan dari berbagai perspektif mulai dari pentingnya menjaga jati diri bangsa, tantangan geopolitik, hingga pengaruh teknologi dan hyperconnectivity terhadap identitas diaspora Indonesia.
Acara diawali dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan hening cipta untuk mendoakan para korban banjir dan longsor di Sumatra. Sebagai wujud kepedulian, PPI SL turut menggalang donasi bagi para penyintas bencana tersebut.
Ketua PPI SL, Sakti Daffa Allam Sulistiyo, menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman penting dalam kehidupan pelajar Indonesia di Swiss dan Liechtenstein. Ia menyampaikan komitmen PPI SL untuk terus bersinergi dengan KBRI Bern dalam memperkuat peran diaspora yang berdaya saing global namun tetap berakar pada jati diri Indonesia.
Duta Besar Ngurah Swajaya menekankan bahwa politik luar negeri bebas aktif merupakan investasi jangka panjang Indonesia, sekaligus kontribusi bagi solusi global. Ia juga menyoroti peluang Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia apabila ditopang SDM berkualitas.
“Indonesia harus menjadi bagian dari penyelesaian masalah, bukan sekadar objek kepentingan global. Kuncinya pada SDM yang berkarakter kuat dan berilmu,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Yudi Latif menyoroti tiga elemen utama perekat bangsa, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, dan Bahasa Indonesia. Ia menegaskan bahwa Pancasila merupakan dasar ontologis yang mencari titik temu dalam kemajemukan untuk menghadirkan kemaslahatan bersama, termasuk bagi diaspora.
“Pancasila adalah rumah bersama seluruh anak bangsa,” ujarnya.
Narasumber terakhir, Abraham Ara, menegaskan bahwa peran diaspora tidak hanya sebatas penyumbang devisa.
“Diaspora Indonesia di Swiss juga merupakan duta bangsa yang menjaga citra Indonesia melalui integritas, profesionalisme, dan keilmuan,” tuturnya.
Sesi diskusi berlangsung antusias. Para peserta membagikan pengalaman menjaga identitas kebangsaan selama tinggal di luar negeri, serta peluang kontribusi bagi Indonesia dari ranah keilmuan, inovasi teknologi, jejaring bisnis, hingga aksi sosial. Mereka sepakat bahwa membangun Indonesia dapat dilakukan di mana saja, sepanjang berlandaskan nilai Pancasila.
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya KBRI Bern dalam merangkul diaspora agar tetap terhubung dengan tanah air, sekaligus mendukung mahasiswa sebagai mitra strategis dalam memperkuat jejaring diaspora muda di Swiss dan Liechtenstein.
Melalui Dialog Kebangsaan ini, KBRI Bern berharap diaspora Indonesia mampu terus memberikan kontribusi positif menuju Indonesia Emas 2045, sekaligus menyambut peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Swiss pada tahun 2026. Diaspora Indonesia diharapkan menjadi komunitas yang unggul, berkarakter kuat, dan konsisten menjunjung Pancasila di tengah dinamika global (RW)


Tinggalkan Balasan