JAKARTA RAYA, Deli Serdang — Polemik kepemimpinan di Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang kembali mencuat. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Bidang Sarana dan Prasarana (PSP), Martin Siregar. Ia diduga mengeluarkan kebijakan yang menghambat pencapaian program ketahanan pangan nasional, khususnya di Kecamatan Batang Kuis.

Kecamatan Batang Kuis memiliki lahan sawah seluas 1.293 hektare yang sejatinya berpotensi besar mendukung ketahanan pangan daerah. Namun, kebijakan PLT Kabid PSP justru dinilai menggerus potensi tersebut.

Tiga penyuluh pertanian, Sulpiyati Batu Bara dan Ade Ine Imansari ditarik ke dinas, sementara Jumadil Akhir dipindahkan ke kecamatan lain. Ironisnya, kekosongan posisi tersebut hingga kini belum diisi, menyebabkan beban kerja penyuluh yang tersisa menjadi tidak seimbang. Bahkan satu penyuluh kini harus menangani hingga tiga desa.

“Bagaimana program ketahanan pangan bisa tercapai jika kebijakan diambil secara sepihak?” ujar seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya, (17/6/2025). “Petani sangat bergantung pada penyuluh, tapi justru jumlah mereka dikurangi. Ini bentuk ketidakpedulian terhadap program nasional. Kalau terus begini, saya ragu swasembada pangan akan tercapai,” tambahnya.

Kondisi di Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Batang Kuis kini semakin memprihatinkan. Bangunan yang dulu aktif kini hanya dihuni lima orang personel. Situasi ini disebut mulai terjadi sejak Martin Siregar menjabat sebagai PLT Kabid Penyuluhan.

Perombakan Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP) yang sebelumnya telah terstruktur dalam sistem Simluhtan juga memperparah keadaan. Akibatnya, penyusunan ulang monografi WKPP, program kerja, hingga pemetaan wilayah harus dilakukan dari awal—menyita waktu serta anggaran negara.

“Pembuatan program kerja penyuluh itu dibiayai negara dengan tenggat waktu yang jelas. Kini, dari tingkat desa hingga provinsi harus memperbaiki semua rencana kerja. Waktu habis, program pun kacau,” keluh seorang narasumber. Saat ini, BPP Batang Kuis hanya memiliki empat penyuluh aktif dan satu koordinator yang bukan berlatar belakang pertanian.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan keberlangsungan swasembada pangan di Deli Serdang. Bupati Asriludin Tambunan didesak untuk bersikap tegas dan segera mengevaluasi kebijakan yang diambil pejabat teknis di dinas.

Kekhawatiran juga muncul atas dugaan kedekatan antara pihak-pihak tertentu dengan pejabat pembuat kebijakan. Hal ini disinyalir menjadi salah satu faktor yang menghambat jalannya program ketahanan pangan nasional.

Saat dikonfirmasi, Martin Siregar berdalih bahwa krisis tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) terjadi akibat keterbatasan anggaran. “Deli Serdang sedang krisis PPL. Kami sudah meminta penambahan personel ke kabupaten, tetapi karena keterbatasan anggaran, penambahan honorer tidak bisa dilakukan. Banyak PPL senior juga telah pensiun,” jelasnya.

Pernyataan tersebut dinilai tidak mencerminkan pemahaman yang menyeluruh terhadap urgensi program ketahanan pangan, serta terkesan normatif dan tidak solutif.

Masyarakat berharap Bupati Asriludin Tambunan bisa kembali menunjukkan ketegasan seperti di awal kepemimpinannya yang dikenal berani mengevaluasi ASN hingga ke tingkat camat dan kepala desa. Jika seorang PLT Kabid PSP diduga mendapat perlakuan khusus karena kedekatan pribadi, maka netralitas pemerintah daerah perlu dipertanyakan kembali.

“Sebagai Bupati, profesionalisme dalam kepemimpinan sedang diuji. Kami mencintai Deli Serdang dan menghargai pemimpin kami. Tapi jangan biarkan satu noda kecil merusak kepercayaan masyarakat secara keseluruhan,” pungkas tim peliput. (sin)