JAKARTA RAYA – Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, Raden Haidar Alwi, menyoroti kekosongan posisi Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat yang telah berlangsung sejak 17 Juli 2023.

Menurut Haidar, absennya duta besar bukan sekadar kekosongan administratif, melainkan kelalaian strategis yang dapat merugikan Indonesia, terutama di tengah meningkatnya tekanan dagang dari Amerika Serikat.

Ia menyebut salah satu dampak nyata dari lemahnya representasi Indonesia di AS adalah pemberlakuan tarif impor hingga 32% terhadap sejumlah komoditas ekspor nasional.

“Kita sedang berada di tengah medan perang dagang. Tanpa representasi yang kuat, kita kehilangan suara di ruang-ruang pengambilan keputusan penting,” tegas Haidar dalam keterangan tertulisnya pada Ahad (6/4/2025).

Haidar menegaskan bahwa keberadaan seorang duta besar tidak sekadar formalitas, melainkan berperan penting dalam membangun relasi strategis dan memperjuangkan kepentingan nasional secara langsung.

Menurutnya, tanpa duta besar, komunikasi tingkat tinggi dengan pejabat pemerintahan AS tidak bisa dijalankan secara optimal. Akibatnya, Indonesia menjadi pasif dan tidak mampu merespons cepat terhadap kebijakan yang merugikan.

“Siapa yang akan menjelaskan ke pemerintah AS bahwa kebijakan tarif mereka membunuh daya saing ekspor kita? Siapa yang akan membela petani, pengrajin, dan pelaku UMKM kita di sana? Tanpa Dubes, kita bisu dalam forum yang menentukan masa depan ekonomi kita sendiri,” ujarnya.

Ia juga menilai bahwa kekosongan ini memberi kesan bahwa Indonesia kurang serius menjaga hubungan bilateral dengan Amerika Serikat, salah satu mitra dagang dan investor terbesar bagi perekonomian nasional.

Ketidakhadiran kepala perwakilan selama hampir dua tahun, lanjut Haidar, mengirim sinyal negatif bagi para pelaku usaha internasional.

Oleh karena itu, Haidar mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menunjuk sosok Duta Besar RI untuk AS yang memiliki kredibilitas tinggi, pemahaman mendalam terhadap isu perdagangan internasional, serta kemampuan membangun jejaring di level tertinggi.

“Penunjukan Dubes jangan berdasarkan balas jasa politik. Ini menyangkut masa depan ekonomi Indonesia. Kita butuh orang yang paham medan dan mampu bertarung di dalamnya,” tegas Haidar.

Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh kehilangan momentum. Di saat negara-negara lain justru memperkuat posisi diplomatik mereka di AS untuk mengamankan pasar dan investasi, Indonesia tampak pasif.

“Jika kita terus lamban, peluang besar akan hilang. Investor juga akan berpikir ulang jika melihat Indonesia tidak memiliki utusan yang dapat diajak berdialog langsung di Washington,” lanjutnya.

Menutup pernyataannya, Haidar menyampaikan harapan agar pemerintah segera bertindak tegas.

“Ini saatnya Indonesia menunjukkan bahwa kita adalah negara besar yang tidak tinggal diam saat ditekan secara ekonomi. Kita harus hadir, berbicara, dan memperjuangkan kepentingan nasional kita di jantung kekuatan dunia,” pungkasnya. (hab)