JAKARTA RAYA | JAKARTA

Gawat! Indonesia dihantam badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan, per 28 Oktober, sebanyak 59.796 orang terdampak PHK, dengan konsentrasi terbesar di DKI Jakarta yang mencapai 14.501 orang, diikuti Jawa Tengah dengan 11.252 orang dan Banten 10.524 orang.

Gelombang PHK tersebut tak hanya didominasi sektor industri tekstil, tapi juga meluas ke bisnis ritel, termasuk bisnis makanan cepat saji.

Teranyar, PT Fast Food Indonesia (FAST), perusahaan nasional pemegang waralaba KFC di Indonesia, mengumumkan penutupan 47 gerai yang berimbas terhadap efisiensi karyawan sebanyak 2.274 orang.

Tercatat dalam laporan keuangan, saat ini ada sebanyak 13.715 karyawan hingga 30 September 2024, dari 15.989 karyawan pada 31 Desember 2023.

Fathin, pekerja restoran cepat saji di kawasan Tangerang yang harus kehilangan pekerjaan, diduga imbas aksi boikot yang dilakukan sekelompok masyarakat.

Ia mengaku, omzet perusahaan tempatnya bekerja menurun, sehingga dirinya terpaksa dirumahkan. “Restoran tutup karena tidak sanggup memperpanjang kontrak gedung, omzet turun,” ujar Fathin, dikutip inilah com, Selasa (12/11).

Di tengah persaingan dunia kerja yang ketat, Fathin menghadapi kesulitan mendapatkan pekerjaan baru.

“Saya tidak tahu pasti penyebab sulitnya mencari kerja sekarang. Mungkin karena situasi ekonomi yang lagi sulit di mana-mana. Setelah di-PHK, saya bingung mau kerja apa lagi, sementara kebutuhan keluarga terus berjalan,” ungkap Fathin.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebut, ada sejumlah faktor yang mendorong PHK massal, yaitu pelemahan daya beli masyarakat dan juga ada sedikit dampak dari gerakan boikot.

“Jadi kalau daya beli turun, ini terimbas pada produk-produk industri yang dibeli semakin sedikit,” kata Tauhid di Jakarta, dikutip

Sementara, Anggota DPR Fraksi PKB, Arzeti Bilbina menekankan, pemerintah dan DPR sedang berupaya memperluas lapangan kerja sektor formal bagi generasi muda.

“Pemerintah dan DPR harus bekerja sama untuk mengantisipasi dampak ekonomi dan ketenagakerjaan dari gerakan ini,” ujar Arzeti, seraya menyerukan peningkatan dukungan pemerintah melalui insentif pajak bagi perusahaan lokal agar dapat mempertahankan tenaga kerja di tengah lesunya ekonomi.

Sebelumnya diberitakan, PT Sritex telah melakukan efisien karyawan kurang lebih 10 ribu orang.

Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan, mengatakan industri tekstil mengalami guncangan dalam beberapa waktu terakhir. Perusahaan induk dan anak perusahaannya terpaksa melakukan efisiensi karyawan sekitar 10 ribu orang.

“Efisiensi-efisiensi harus dilakukan untuk keberlanjutan perusahaan kami. Namun keputusan untuk efisiensi semuanya berdasarkan keputusan komersial atau keputusan bisnis, jadi bukan landasannya bahwa kita perusahaan yang mau bangkrut atau seperti apa,” kata Wawan, sapaan karibnya, kepada awak media di PT Sritex, Kabupaten Sukoharjo, dikutip detikjateng, Kamis (7/11).

Namun, Wawan tak merinci secara detail jumlah karyawan PT Sritex group yang terkena efisiensi. Namun, jumlahnya cukup banyak. “Efisiensi sekitar mungkin 20 persen ya dari jumlah total karyawan sekarang,” ujarnya.

Terpisah, General Manager HRD Sritex Group, Haryo Ngadiyono menjelaskan 20 persen itu berasal dari seluruh karyawan PT Sritex Grup termasuk yang ada di Semarang.

“Saya belum cek, saya mobile ke sana ke sini. 20 persen itu keseluruhan grup, termasuk Semarang. Dari 50 ribu 20 persen ya sekitar 10 ribuan,” tuturnya.

Di sisi lain, status pailit yang disandang PT Sritex juga menjadi salah satu alasan efisiensi karyawan dilakukan. Dengan status pailit itu, PT Sritex saat ini tidak bisa melakukan aktivitas keluar masuk barang.

Sektor yang mulai terkena efisiensi adalah di sektor spinning atau pemintalan benang tekstil. Haryo menyebut status karyawan PT Sritex di Sukoharjo statusnya dirumahkan.

“Yang sudah ada pengurangan itu Semarang, kalau sini masih dirumahkan. Produksi kita tergantung bahan baku, kalau bahan baku tidak ada bisa masuk otomatis berhenti, ya harus istirahat. Kalau ada bahan baku ya jalan lagi,” jelasnya.

“Pabrik pemintalan (spinning) lain masih berjalan. Hanya di sini karena disetop sama bea cukai, sehingga kita belum bisa keluar masuk barang sehingga disesuaikan,” tambahnya. (jr)