JAKARTA RAYA, Medan — Penanganan kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh penyidik Polres Tapanuli Utara (Taput) menuai sorotan. Seorang ibu bernama Sarmina Simangunsong terpaksa melapor ke Polda Sumatera Utara karena menilai penanganan kasus yang dialami anaknya berjalan lamban dan tanpa kejelasan hukum.

Anak Sarmina, sebut saja “Jelita” (4,5 tahun), diduga menjadi korban pencabulan saat dititipkan di rumah pasangan berinisial PT dan SS di Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Taput, pada Januari 2025. Saat itu, sang ibu sedang merawat anak pertamanya yang sakit keras di Porsea.

Didampingi tim kuasa hukum dari Dalihan Natolu Law Firm, Sarmina melaporkan kejadian tersebut ke Polres Taput dengan nomor laporan LP/B/13/I/2025/SPKT/Polres Tapanuli Utara/Polda Sumatera Utara, tertanggal 21 Januari 2025. Namun, hingga lima bulan berlalu, belum ada penetapan tersangka maupun penahanan terhadap terduga pelaku berinisial SS (45), yang merupakan abang tiri dari PT (57).

“Sudah hampir lima bulan sejak saya melapor, tapi belum juga ada kejelasan hukum. Terduga pelaku masih bebas. Apa lagi yang harus saya lakukan untuk memperjuangkan keadilan bagi anak saya?” kata Sarmina kepada awak media saat berada di Mako Polda Sumut, Senin (19/5).

Kuasa hukum korban, Daniel Simangunsong, SH, MH, menjelaskan bahwa dugaan pencabulan terjadi ketika PT dan SS pulang dari gereja dan meninggalkan Jelita seorang diri bersama SS.

“Saat PT kembali ke rumah, Jelita ditemukan dalam kondisi menangis terus-menerus dan mengeluhkan sakit. PT lalu membawa korban ke Puskesmas Siborong-borong bersama saksi Jenni Manurung. Dari hasil pemeriksaan dokter, diduga kuat telah terjadi pelecehan seksual,” ujar Daniel.

Penyidik Polres Taput disebut telah melakukan konfrontasi, namun laporan dinyatakan belum memenuhi unsur untuk naik ke tahap penyidikan. Hal ini dinilai janggal oleh pihak kuasa hukum.

Bonar Victory Sihombing, SH, salah satu kuasa hukum, menyesalkan pernyataan penyidik yang menyebutkan bahwa korban belum bisa menyebutkan nama pelaku secara jelas.

“Korban sudah menunjuk langsung ke arah pelaku dan bahkan memeragakan peristiwa yang dialaminya. Kalau penyidik membutuhkan ahli bahasa atau gerak tubuh untuk membantu proses, seharusnya itu bisa difasilitasi,” katanya.

Bahkan, pernyataan penyidik yang meminta tim kuasa hukum mengirimkan surat agar kasus bisa ditingkatkan ke penyidikan menimbulkan tanda tanya.

“Kalau seperti ini, kami khawatir ada indikasi pembiaran. Karena itu, kami membawa perkara ini ke Polda Sumut, sekaligus meminta atensi dari Kapolda Sumut, Kapolri, hingga Presiden RI agar keadilan bagi anak korban kekerasan seksual benar-benar ditegakkan,” tegas Bonar.

Tim hukum Dalihan Natolu Law Firm yang turut hadir dalam pelaporan ke Polda Sumut antara lain:

  1. Daniel Simangunsong, SH, MH
  2. Bonar Victory Sihombing, SH
  3. Andi Hakim, SH, MH
  4. Ronal Gultom, SH, MH
  5. Ayub Imanuel Pandia, SH

Kasus ini menambah daftar keluhan masyarakat terhadap penanganan perkara kekerasan seksual anak yang dinilai lamban dan tidak responsif. Kini, publik menanti sikap tegas dari Polda Sumut untuk memberikan perlindungan dan keadilan kepada korban. (sin)