Oleh: Mohamad Fuad

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak bisa dilepaskan dari akar tradisi intelektual Nahdlatul Ulama (NU), yang telah tumbuh jauh sebelum organisasi itu berdiri secara resmi. Tradisi tashwirul afkar—forum pemikiran yang mencerdaskan umat—menjadi cikal bakal lahirnya NU dan pada akhirnya melandasi nilai-nilai mabda’ siyasi yang kini menjadi jantung ideologis PKB.

Akar politik sejatinya lahir dari tradisi pemikiran. Pemikiran para ulama terdahulu tentang bagaimana membangun masyarakat adil dan sejahtera, tertuang dalam Mabadi’ Khairu Ummah. Inilah fondasi yang menuntun terbentuknya NU dan kemudian menjadi warisan ideologis PKB. Termasuk dalam dinamika sejarah kebangsaan Indonesia, ketika diskursus pemikiran antara tokoh seperti Soekarno dan Mohammad Natsir memberi warna terhadap pembentukan dasar negara, menyatukan nilai-nilai keislaman, kerakyatan, dan kebangsaan.

PKB memiliki identitas yang kuat dan jelas. Sebagaimana NU yang berangkat dari dialektika antara keislaman dan kebangsaan, PKB lahir dengan semangat Khittah NU 1926, menempatkan politik sebagai alat perjuangan untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

Mendorong Tradisi Intelektual yang Sistematis

Konsistensi kader-kader intelektual PKB dalam menjunjung tinggi tradisi pemikiran selama ini telah membuahkan kontribusi nyata dalam pengambilan kebijakan partai. Kajian, diskusi, dan analisis menjadi bagian dari kehidupan organisasi, yang turut meningkatkan kualitas keputusan partai di tengah tantangan politik yang terus berubah.

Namun kini, tantangan zaman menuntut pendekatan yang lebih sistematis dan terstruktur. Di sinilah pentingnya membentuk Lembaga Riset dan pengembangan PKB—sebuah lembaga independen di internal partai yang menjadi pusat riset, kajian strategis, dan pengembangan pengetahuan kader secara berkelanjutan.

Lembaga ini bertujuan menjadi think-tank yang bekerja secara profesional dan berbasis data, memberikan masukan kebijakan kepada pengurus dan pengambil keputusan partai. Bukan hanya itu, lembaga ini juga bisa menjadi tempat kader-kader intelektual muda PKB mengasah nalar kritis, memperdalam kajian, serta menyalurkan gagasan mereka secara konstruktif.

Meningkatkan Kualitas Keputusan dan Citra Partai

Dalam situasi politik dan kebangsaan yang kian kompleks—mulai dari isu hukum, ekonomi, teknologi hingga tata kelola demokrasi—pengambilan keputusan berbasis intuisi semata tak lagi relevan. Pimpinan partai dituntut untuk bergerak cepat, namun tetap akurat dan berpijak pada analisis yang matang. Lembaga riset internal inilah yang akan menjadi motor pendukung dalam menghasilkan rekomendasi dan kebijakan yang berkualitas.

Tak hanya itu, lembaga ini juga dapat menjadi pusat data dan informasi strategis PKB, bahkan bertransformasi menjadi intelijen politik partai yang kredibel. Ke depan, bisa dikembangkan pula sistem marketing intelligence untuk memetakan peta kekuatan politik, potensi pemilih, hingga dinamika sosial di akar rumput secara digital dan real time.

Membangun Tradisi Baru, Menjaga Warisan Lama

Dengan hadirnya lembaga ini, PKB akan dikenal sebagai partai yang tak hanya religius dan nasionalis, tetapi juga modern dan berbasis pengetahuan. Masyarakat akan menilai bahwa setiap kebijakan PKB bukan sekadar respons politik pragmatis, tetapi hasil dari proses riset dan pemikiran yang matang.

Inilah bentuk aktualisasi dari warisan intelektual para pendiri NU—sebuah langkah maju untuk memastikan bahwa kader PKB tak sekadar menjadi politisi, tetapi juga menjadi pemikir, analis, dan penjaga arah perjuangan bangsa. (***)