JAKARTA RAYA, Medan — Lima tenaga kesehatan (nakes) berpengalaman dari Rumah Sakit (RS) Methodist Medan menggugat manajemen rumah sakit tersebut ke Pengadilan Negeri Medan atas dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dinilai melanggar hukum dan tidak adil.
Kelima nakes tersebut adalah:
- Carolina Hanna S. (26 tahun masa kerja),
- Nurhayati Sitandaon (32 tahun),
- Dora Lucyani Tambunan (13 tahun),
- Tiurma Mei Simanjuntak (34 tahun), dan
- Debora Verawati (19 tahun).
Mereka diberhentikan pada Januari 2025 dengan dalih efisiensi karena berakhirnya kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan. Namun, melalui kuasa hukum dari Kantor Hukum Henry R.H. Pakpahan, S.H. & Yudi Karo Karo, S.H., kelima nakes tersebut menilai alasan tersebut tidak berdasar dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 junto Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK.
Gugatan yang didaftarkan dengan nomor perkara 86/Pdt.Sus-PHI/2025/PN Medan ini juga menyasar proses mediasi yang dilakukan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Medan, yang dinilai tidak memihak dan gagal menjalankan fungsi perlindungan pekerja.
“Hitungan pesangon dari Disnaker sama sekali tidak mencerminkan keadilan. Loyalitas dan pengabdian puluhan tahun para tenaga kesehatan ini seperti diabaikan,” ujar Henry Pakpahan, S.H., kuasa hukum para penggugat.
Lebih memprihatinkan lagi, rumah sakit yang sama kini diketahui telah merekrut tenaga kesehatan baru, padahal belum menyelesaikan hak-hak pekerja lama, termasuk gaji bulan Desember 2024 milik empat orang yang tidak dibayarkan lantaran dianggap tidak mengikuti kebijakan manajemen rumah sakit.
Para penggugat menilai tindakan RS Methodist Medan mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan berpotensi melanggar hak asasi manusia, karena tidak memberikan hak-hak normatif sebagaimana diatur dalam undang-undang, seperti:
- Hak atas pesangon sesuai masa kerja,
- Hak atas upah yang belum dibayar,
- Hak atas jaminan sosial ketenagakerjaan.
Pihak kuasa hukum berharap, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di PN Medan dapat memberikan putusan seadil-adilnya dan menjadi preseden dalam memperkuat perlindungan hak pekerja, khususnya di sektor kesehatan yang rentan dieksploitasi.
“Kami meminta perhatian Menteri Kesehatan, Menteri Ketenagakerjaan, dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap RS Methodist Medan. Ada indikasi manajemen bermasalah yang merugikan para nakes,” tegas Henry.
Kasus ini menambah daftar panjang ketidakpastian kerja tenaga kesehatan di Indonesia, sekaligus menjadi peringatan bagi manajemen fasilitas kesehatan untuk mematuhi aturan perundang-undangan dan menghargai kontribusi para tenaga medis yang telah berjasa dalam pelayanan kesehatan masyarakat. (sin)
Tinggalkan Balasan