Penulis: Mohamad Fuad (Direktur Eksekutif Pengamat dan Kebijakan Publik dan Sosial)

Dalam dunia politik, manuver kerap menjadi langkah yang tak terhindarkan. Istilah ini merujuk pada strategi atau taktik yang dilakukan aktor politik maupun partai untuk mencapai tujuan, mulai dari negosiasi, perubahan sikap, hingga pergeseran aliansi.

Menurut pemerhati sosial politik Mohamad Fuad, manuver politik dapat bersifat taktis untuk kepentingan jangka pendek, maupun strategis untuk jangka panjang. “Politik adalah seni mengelola kekuasaan dan kepentingan. Kemampuan bermanuver sering kali menjadi kunci kelangsungan hidup politik,” ujarnya.

Manuver, kata Fuad, bisa memperluas dukungan, mengamankan posisi di tengah perubahan peta kekuasaan, hingga mempercepat pencapaian tujuan. Namun, sifatnya netral, bisa menjadi alat kebaikan atau justru merusak, tergantung niat dan caranya.

“Selama dilakukan dalam koridor etika, hukum, dan demi kepentingan rakyat, manuver politik adalah hal yang sah. Tapi jika tujuannya hanya menyelamatkan kepentingan pribadi atau kelompok dengan mengorbankan rakyat, itu yang harus dihindari,” tegasnya.

Kreativitas Politik: Kecerdasan atau Oportunisme?

Fuad membedakan tiga istilah yang sering tumpang tindih: manuver politik, kreativitas politik, dan inovasi politik.

Manuver politik fokus pada posisi dan peluang, responsif terhadap situasi, bahkan bisa berubah cepat sesuai peta kekuatan.

Kreativitas politik menghadirkan ide baru tanpa mengorbankan prinsip, lebih menekankan cara dan gagasan segar.

Inovasi politik adalah pembaruan sistem atau kebijakan yang berdampak jangka panjang dan membutuhkan dukungan regulasi.

“Manuver bisa memanfaatkan kreativitas cerdas. Kreativitas yang matang bisa melahirkan inovasi. Tapi jika manuver dilakukan tanpa kreativitas, ia mudah terlihat oportunis,” jelasnya.

Kreativitas Politik Kader: Loyalitas atau Pembangkangan?

Di internal partai, kreativitas politik sering disalahartikan sebagai manuver. Fuad menilai hal ini terjadi karena faktor hierarki, dinamika kekuasaan, dan budaya saling curiga.

“Jika ide datang dari pihak yang dianggap ‘beda gerbong’, apalagi berpotensi menggeser posisi orang lain, maka ide itu cepat dilabeli manuver. Padahal bisa jadi niatnya murni untuk kemajuan partai,” katanya.

Bagi Fuad, iklim politik yang sehat seharusnya membuka ruang bagi kreativitas kader tanpa takut dicap pembangkang. “Di tangan politisi berintegritas, manuver dan kreativitas justru bisa menjadi energi positif untuk memperkuat demokrasi,” pungkasnya. (***)