Oleh: Wawat Kurniawan (CEO WeKa Institute)
Secara etika pekerjaan, sebaiknya jangan diapa-apain Cortex itu, SELAMA Masih menjadi Tanggung jawab Perusahaan Korea represetasi lokal Indonesia
Karena selama mereka masih bertanggung jawab dan belum menyatakan atau dinyatakan Tidak Mampu atau menyerah
Memperbaikinya proyek pihak lain, bisa menjadi dasar alasan bahwa pekerjaannya Tidak gagal tapi di acak-acak oleh pihak lain
Dan Indonesia makin kesulitan membuat tuntutan atas kegagalan mereka
Jadi Mengajak pihak ketiga siapapun itu (termasuk “hacker”) untuk memperbaiki atau masuk ke sistem milik vendor asing berisiko tinggi secara etika, hukum, dan strategi. Selama tanggung jawab teknis masih dideklarasikan pada perusahaan Korea (representasi lokal belum secara resmi menyatakan tidak mampu/menyerah), intervensi pihak luar dapat:
- Menyulitkan penentuan akuntabilitas dan klaim wanprestasi terhadap vendor.
- Menimbulkan risiko hukum (peretasan, akses tidak sah, pelanggaran kontrak & IP).
- Merusak posisi tawar diplomatik/negosiasi pemerintah dalam proses restrukturisasi/penegakan kontrak.
- Mengaburkan bukti — melemahkan dasar tuntutan administratif atau perdata bila masalah berlanjut.
Rekomendasi kebijakan operasional (harus dilakukan sekarang)
1. Larangan resmi — Keluarkan instruksi internal/edaran yang tegas: tidak ada tindakan perbaikan oleh pihak ketiga tanpa persetujuan hukum dan otorisasi resmi.
2. Audit kontrak & status tanggung jawab — Minta tim hukum (Kemenkeu) dan unit pengadaan untuk segera review kontrak jasa vendor (SLA, klausul pemutusan, KPI, jaminan, klausul force majeure, penanggulangan insiden).
3. Forensik & preserving evidence — Minta logging dan bukti teknis diamankan. Hindari modifikasi sistem sampai bukti diamankan. Tugaskan tim forensik siber independen yang bekerja berdasarkan chain-of-custody.
4. Koordinasi bilateral dengan vendor Korea — Aktifkan jalur diplomatik dan teknis untuk meminta klarifikasi, timeline perbaikan, dan dokumentasi. Tuntut pernyataan resmi tentang kapasitas mereka (mampu/tidak).
5. Rencana mitigasi non-invasif — Bentuk tim mitigasi (internal + konsultan siber berlisensi) untuk solusi sementara yang tidak memodifikasi aset vendor—mis. workarounds, isolasi bagian bermasalah, backup data, mitigasi dampak layanan publik.
6. Kebijakan komunikasi publik — Siapkan pernyataan resmi yang menegaskan prioritas keselamatan data dan ketaatan hukum; hindari klaim teknis spekulatif yang bisa mengikat secara hukum.
7. Penegakan sanksi & eskalasi — Siapkan opsi klaim wanprestasi, denda, atau pemutusan kontrak jika vendor terbukti lalai setelah verifikasi.
Pemerintah Memprioritaskan Keamanan dan Kepastian Hukum dalam Penanganan Permasalahan Teknis — Menkeu Purbaya
“Kementerian Keuangan harus menegaskan bahwa penanganan teknis terkait perangkat/sistem yang berada di bawah kontrak vendor asing harus dilakukan sesuai mekanisme kontrak dan peraturan perundang-undangan. Sampai pihak penyedia layanan menyatakan ketidakmampuan atau dinyatakan wanprestasi berdasarkan temuan audit independen, segala bentuk intervensi teknis oleh pihak ketiga dilarang untuk melindungi kepentingan negara, integritas data, dan proses penegakan hukum. Pemerintah akan menempuh langkah koordinatif dengan mitra penyedia, melakukan audit forensik independen, serta menyiapkan mitigasi layanan demi kepastian publik.”
Apakah pemerintah melarang semua upaya perbaikan?
Tidak. Pemerintah melarang upaya tidak resmi yang dapat mengganggu bukti atau menimbulkan masalah hukum. Perbaikan tetap dilakukan melalui saluran resmi dan vendor/kontraktor berwenang atau konsultan yang ditunjuk pemerintah.
Apakah ini menghambat perbaikan layanan publik?
Tujuannya justru menjaga kelangsungan layanan dengan mitigasi aman—mengutamakan solusi non-invasif dan tim pengaman sementara sambil proses audit berjalan.
Akan ada sanksi untuk vendor jika terbukti lalai?
Ya. Jika bukti forensik dan audit kontrak menunjukkan wanprestasi, pemerintah akan menegakkan sanksi sesuai kontrak dan hukum yang berlaku.
Kesimpulan ringkas
- Secara etika dan hukum, sebaiknya Cortex tidak diutak-atik oleh pihak lain selama vendor resmi masih bertanggung jawab.
- Perbaikan oleh pihak ketiga dapat melemahkan klaim kegagalan vendor dan menyulitkan proses penegakan hukum/kontrak. (***)


Tinggalkan Balasan