Mohamad Fuad Direktur Eksekutif PUSKAS
Keterlibatan anak muda dalam politik semakin menjadi sorotan berbagai pihak. Aktivis demokrasi, aktivis politik, hingga kelompok yang berada di lingkaran kekuasaan, sama-sama melihat generasi muda sebagai aset strategis dalam proses demokratisasi dan pembangunan bangsa. Namun, pendekatan serta tujuan dari masing-masing kelompok terhadap anak muda tampaknya berbeda, bahkan bertolak belakang.
Politik Anak Muda: Menyuarakan Keadilan dan Integritas
Bagi kalangan aktivis demokrasi, anak muda diyakini sebagai kekuatan perubahan yang mampu memperkuat kualitas demokrasi. Mereka didorong untuk tidak hanya menjadi partisipan pasif, tetapi juga aktor rasional yang aktif dalam membangun sistem politik yang adil dan berintegritas.
Dengan keterlibatan yang sadar dan kritis, generasi muda diharapkan mampu memperkuat prinsip check and balance, serta mendorong penyelenggaraan politik yang menjunjung tinggi keadilan sosial, hak asasi manusia, dan distribusi peran yang setara dalam masyarakat. Aktivis demokrasi mendorong lahirnya wajah politik anak muda yang segar, mandiri, dan terbebas dari praktik-praktik politik transaksional.
Anak Muda Politik: Instrumen Kekuasaan atau Kader Ideologis?
Di sisi lain, keterlibatan anak muda dalam politik praktis kerap kali diarahkan pada kepentingan partai politik atau kekuasaan yang sedang berjalan. Sebagian pihak menilai bahwa pengkaderan di partai politik lebih menekankan pada loyalitas kepada elit partai, ketimbang penguatan ideologi dan nilai-nilai demokrasi.
Pendidikan politik bagi anak muda dalam konteks ini seringkali berorientasi pada pelanggengan kekuasaan internal partai. Anak muda tidak jarang ditempatkan sebagai pendukung yang diharapkan mengamini strategi politik elite, tanpa ruang yang cukup untuk berdialog atau berbeda pendapat secara konstruktif.
Lebih lanjut, dalam praktik kekuasaan, keterlibatan anak muda kadang bersifat simbolik. Mereka dijadikan wajah representatif dalam kampanye atau pelaksanaan kebijakan, namun tidak dilibatkan secara substantif dalam proses pengambilan keputusan. Akibatnya, kontribusi anak muda terhadap penguatan demokrasi menjadi terbatas dan kurang bermakna.
Ruang Partisipasi dan Tantangan Masa Depan
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah anak muda memiliki ruang yang cukup untuk berperan dalam politik secara kritis dan merdeka? Apakah mereka sedang membangun politik anak muda yang berbasis nilai, atau justru menjadi anak muda politik yang terjebak dalam struktur dan kepentingan kekuasaan?
Jawabannya akan sangat ditentukan oleh kesadaran kolektif, baik dari generasi muda itu sendiri maupun dari aktor politik yang memiliki kekuasaan untuk membuka ruang partisipasi. Demokrasi yang sehat memerlukan suara muda yang kritis, progresif, dan berani memperjuangkan kebenaran—bukan sekadar menjadi tim sorak atau pengikut arus.
Mendorong anak muda untuk terlibat dalam politik bukan berarti menjebak mereka dalam sistem yang korup, tetapi membimbing mereka agar mampu menjadi agen perubahan yang menjunjung tinggi integritas dan keadilan. Di sinilah tantangan sekaligus peluang bagi masa depan demokrasi Indonesia. (pur)
Tinggalkan Balasan