JAKARTA RAYA, Lubuk Pakam – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam dalam perkara perdata tanah kembali menuai sorotan. Dua perkara dengan dalil gugatan yang hampir sama justru melahirkan putusan berbeda.

Dalam perkara pertama (No.82/Pdt.G/2024), majelis hakim yang diketuai Sulaiman M, SH, MH, memutuskan memenangkan tergugat. Namun pada perkara kedua (No.575/Pdt.G/2024), majelis yang dipimpin Ketua Hakim Morailam Purba, SH, justru memenangkan penggugat. Pihak tergugat menilai putusan kedua ini janggal karena mengabaikan fakta persidangan dan kesaksian saksi lapangan.

Dalil Gugatan dan Bantahan

Penggugat mengajukan dalil berdasarkan surat hibah tanggal 10 Desember 1993 dengan SKT tanah tahun 1974 yang dikeluarkan Bupati Deli Serdang. Tanah tersebut disebut dihibahkan oleh Gerson Simanjuntak kepada Pipin Simanjuntak.

Namun, tergugat membantah dalil tersebut. Menurutnya, sudah ada surat hibah sebelumnya yang diterbitkan Camat Lubuk Pakam pada 1985. Bahkan tanah yang disengketakan telah dijual dengan dasar SK tanah No.67024/A/V/37 tertanggal 12 Desember 1974, sehingga keluar SK Camat atas nama Belperin Sihombing.

Dalam persidangan, tergugat menghadirkan saksi Belperin Sihombing, kepling setempat, serta tetangga yang menguatkan bahwa tergugat telah menempati lahan tersebut selama lebih dari 25 tahun. Tergugat juga telah menimbun dan membangun di atas lahan tersebut.

Keanehan di Perkara Kedua

Pada perkara No.575/Pdt.G/2024, penggugat kembali menggugat dengan dalil yang sama, namun tanpa mencantumkan bukti surat tanah dengan ukuran 1.322 m². Sebaliknya, mereka mengklaim tanah seluas 526 m² di lokasi berbeda.

Tergugat menilai terjadi kejanggalan, sebab mayoritas dalil dan bukti penggugat telah terbantahkan. Dari 14 bukti yang diajukan, 12 poin disebut terbantahkan oleh 23 bukti yang diajukan tergugat. Misalnya, bukti pembayaran PBB oleh penggugat ternyata merujuk pada tanah berbeda, bukan objek sengketa.

Dugaan Konflik Kepentingan

Dugaan permainan makin menguat karena kuasa hukum penggugat, Santun Sianturi, SH, diketahui memiliki istri yang bekerja sebagai Panitera di PN Lubuk Pakam, yakni Darliana Sitepu. Hal ini dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam proses peradilan.

Harapan Publik

Pihak tergugat dan ahli waris berharap Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) turun tangan untuk memeriksa putusan yang dianggap memaksakan kemenangan penggugat meski objek dan surat tanah berbeda.

“Banyak fakta di persidangan yang diabaikan, termasuk kesaksian kepling dan pemilik lahan. Putusan ini sangat melukai rasa keadilan, terutama bagi keluarga ahli waris,” ungkap pihak tergugat. (sin)