JAKARTA RAYA – Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024). Dalam Rapat kerja (Raker) ini, Kurniasih Mufidayati, politisi PKS menyoroti tentang tata kelola Mekanisme Pemilihan Konsil sebagai Lembaga Non Struktural sebagai cermin tata kelola pemerintahan yang baik. Raker dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Gedung Parlemen dipimpin oleh Felly Estelita Runtuwene. Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dikritik oleh anggota DPR RI di Komisi IX terkait dugaan maladministrasi dalam pembentukan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).
Sorotan tentang proses pemilihan KKI yang diduga melanggar aturan ini menguat, setelah hari Senin lalu (28/10/2024), sejumlah Komisioner KTKI telah mengadukan proses mekanisme pemilihan KKI yang tidak transparan. Rachma Fitriati, Komisioner KTKI yang juga Dosen Ilmu Administrasi UI ini, turut hadir di balkon pada saat Rapat Kerja Kemenkes (31/10) membantah penjelasan Menkes bahwa semuanya sudah transparan dan memiliki tata kelola yang baik. “Bagaiaman bisa disebut transparan jika hanya delapan (8) hari dari awal pembukaan sampai pengumuman. Tidak ada kejelasan nama Panitia Seleksi. Bahkan, hebatnya pemilihan Kolegium menggunakan voting seperti Lomba Idol. Kemenkes diduga telah melanggar Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dalam proses mekanisme seleksi KKI.” Untuk itu, sejumlah Komisioner KTKI telah melaporkan Kemenkes terhadap dugaan mal-administrasi dari mekanisme seleksi KKI ini ke Omusman Indonesia.
Baequni Komisioner KTKI yang juga Dosen UIN Syarif Hidayatullan di tempat terpisah menyatakan mekanisme seleksi masuk seluruh LNS di Indonesia sangat transparan dengan Panitia Seleksi yang mumpuni, dengan waktu minimal sekitar 6 bulan. Sama seperti tes KTKI kami dulu dari 11 Maret sampai September 2020. Baru dua tahun kemudian, September tahun 2022, KTKI angkat sumpah setelah semuanya mundur dari PNS. “Wajar, karena yang diangkat adalah Pejabat Negara sebagai amanat UU”, pungkas Baequni.
Sementara KKI hanya 8 hari untuk 400 orang pelamar. Parodox. Ketua KKI yang ditunjuk adalah Panitia Seleksi dan sudah pensiun padahal ybs adalah dari Unsur Masyarakat. Bisa dibayangkan, bobroknya mekanisme seleksi KKI yang diselenggarakan Kemenkes”, pungkas Muhammad Jufri Sade Komisioner KTKI asal Sulawesi Selatan. “Saat angkat sumpah, Ariyanti Anaya sebagai Ketua KII bersumpah atas nama Allah SWT. Dimana integritasnya, jika sejak awal saja, sudah berbohong tentang ‘status’ kepegawaiannya yang sudah tidak bisa lagi mewakili Unsur Pemerintah.”
Syofia Nelli Komisioner KTKI yang juga hadir pada saat Raker Kemenkes mempertanyakan “Mengapa Komisi 9 tidak ada satupun yang membahas tentang ‘status pensiun’ Arianti Anaya dari PNS tapi bisa mewakili Unsur Pemerintah dan juga diduga abuse of power karena merangkap Panitia Seleksi”. Padahal pada saat pembukaan Raker, Pak Menteri sudah menyebutkan yang bersangkutan sudah pensiun per 1 Oktober 2024. “Sekarang, Anaya malah ditunjuk jadi Ketua KKI, dari unsur pemerintah padahal sudah pensiun !” tegas Syofia Nelli.
Masalah lainnya yang mencuat soal “status” dari Anggota KKI. Patut diduga, mereka belum mengundurkan diri dari jabatan PNS, dan masih rangkap jabatan. Akhsin Munawar Komisioner KTKI asal Jambi meminta masyarakat melihat rekam jejak Anggota KKI.
Ketika media menkonfirmasi melalui pesan WA dan telp, salah satu Anggota KKI yang dilantik, Supriyanto dari unsur Kolegium, tidak menjawab. Supriyanto diduga masih PNS dan rangkap jabatan sebagai Dirut RSCM. Demikian juga, Imam Ghozali dari unsur Profesi, diduga juga belum mundur PNS Pemda Lampung, dan rangkap jabatan Wakil Direktur Keperawatan, Pelayanan dan Penunjang Medik RSUDAM Lampung.
“Menteri Kesehatan diduga telah melanggar Peraturan yang dibuat nya sendiri pasal 36. Pada PMK 12/2024 itu disebutkan: Pegawai negeri sipil yang diangkat menjadi pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia, anggota Konsil masing-masing kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, diberhentikan sementara selama menjadi anggota Konsil Kesehatan Indonesia tanpa kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri sipil. Acep Eeffendi yang menjadi pensiun dini akibat usia Kepres 36/M/2024 5 tahun menegaskan “Seluruh Anggota KKI dan KMMTK harusnya mundur dari PNS dulu, sebelum Angkat Sumpah dengan Menteri Kesehatan, sama seperti KTKI tahun 2022 saat Angkat Sumpah sudah mundur semua dari PNS.”
Dalam raker ini, anggota KTKI-Perjuangan mengajukan aduan terkait keberadaan KKI yang dianggap bodong dan dampak ketidakadilan yang dialami akibat tindakan Kemenkes. Berikut poin-poin penting dari pernyataan sikap KTKI-Perjuangan yang disampaikan Rahmaniwati anggota KTKI yang turut hadir pada Raker dengan Menkes di Gedung Nusantara 1.
1. Dukungan Hukum: KTKI-Perjuangan mendukung implementasi UU 17/2023 tentang Kesehatan dan PP No. 28 Tahun 2024, yang bertujuan mendorong berdirinya KKI.
2. Independensi KKI: KTKI-Perjuangan berharap KKI dapat berfungsi sebagai lembaga non-struktural yang independen dan profesional, sesuai dengan amanat UU 17/2023, dan bukan sebagai perpanjangan tangan Menteri Kesehatan.
3. Mekanisme Seleksi: KTKI menuntut agar mekanisme seleksi dan tata cara pengangkatan anggota KKI mengikuti asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB).
4. Seleksi Ulang: Mengingat proses seleksi anggota KKI hanya berlangsung delapan hari, KTKI menuntut:
* Pencabutan PMK 12/2024 yang dianggap bertentangan dengan UU 17/2023 dan PP No. 28 Tahun 2024.
* Dilakukannya seleksi ulang dengan pengumuman panitia seleksi secara transparan, bebas dari konflik kepentingan.
* Mekanisme seleksi yang menjunjung transparansi dan akuntabilitas.
5. Pemberhentian Pejabat Berpotensi Konflik: KTKI menuntut pemberhentian drg. Arianti Anaya, MKM sebagai Ketua KKI, serta Sundoyo, SH MHum sebagai Ketua Majelis Disiplin Profesi (MDP) karena potensi konflik kepentingan.
Dalam raker ini, anggota Komisi IX juga menyampaikan keprihatinan terkait dampak PHK massal terhadap seluruh Komisioner KTKI. “PHK massal ini tidak hanya berdampak pada tenaga kesehatan yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga berpotensi mengganggu kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat. Kami mendesak Kementerian Kesehatan untuk mencari solusi yang tepat,” ujar Wakil Ketua Komisi IX, Nihayatul Wafiroh.
KTKI-Perjuangan mendukung penuh langkah Komisi IX untuk mengawasi pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023, yang mencerminkan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan tenaga kesehatan di Indonesia. Mereka juga mendesak Presiden Prabowo untuk membatalkan Kepres 69/M/2024 demi penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik. (hab)
Tinggalkan Balasan