JAKARTA RAYA, Langkat – Skandal keuangan besar mengguncang Kabupaten Langkat setelah Dedek Pradesa, anggota DPRD Langkat, Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Langkat, sekaligus pimpinan Koperasi Syariah Pradesa Mitra Mandiri, diduga menggelapkan dana nasabah hingga mencapai puluhan miliar rupiah. Dugaan praktik penggelapan ini berlangsung sejak 2018 hingga 2025 dan telah menimbulkan gelombang kemarahan publik, terutama dari para korban yang kehilangan simpanan mereka.

Kantor Koperasi Pradesa Mitra Mandiri kini hanya beroperasi secara terbatas. Seorang nasabah yang datang untuk menyetor uang pada 16 Juni 2025 dikejutkan dengan pernyataan dari seseorang yang mengaku sebagai manajer baru koperasi, berinisial SP, bahwa koperasi tersebut telah ditutup. Saat ditanya kapan dan oleh siapa koperasi itu ditutup, manajer tersebut tidak memberikan jawaban yang jelas.

SP sendiri diketahui merupakan mantan narapidana dalam kasus serupa di koperasi lain. Penunjukannya sebagai manajer justru menambah kecurigaan publik terkait integritas pengelolaan koperasi ini.

Modus Licik dan Kompensasi Tidak Masuk Akal

Para nasabah mengaku hanya ditawari kompensasi sebesar Rp50.000 atas kerugian yang mereka alami, jumlah yang tidak sebanding dengan simpanan yang hilang. Upaya ini diduga sebagai cara membungkam korban dan menghindari tuntutan hukum yang lebih besar. Manajemen koperasi bahkan mencoba mengalihkan tanggung jawab kepada mantan manajer sebelumnya, Tridarma Yoga.

Namun, pernyataan itu langsung dibantah oleh Tridarma Yoga dalam keterangan pers pada 11 Juni 2025. Yoga menyatakan bahwa selama menjabat, ia dan bendahara koperasi secara rutin mentransfer dana nasabah ke rekening pribadi Dedek Pradesa, istrinya, dan adiknya, Nurhayati. Dana itu, menurutnya, digunakan untuk berbagai keperluan pribadi Dedek Pradesa, termasuk pembelian tanah, pembangunan perumahan, usaha kedai kopi, dan bisnis panglong.

Kampanye dengan Janji Pengembalian Dana

Skandal ini makin dalam setelah beberapa nasabah mengungkapkan bahwa Dedek Pradesa sempat menjanjikan pengembalian dana jika dirinya terpilih kembali sebagai anggota DPRD pada pemilu lalu. Dalam kampanye, ia diduga membagikan uang dan memanfaatkan posisinya di koperasi sebagai alat politik. Janji-janji itu kini terbukti sebagai harapan palsu yang memperburuk luka para korban.

Desakan terhadap Penegakan Hukum dan Partai Gerindra

Para korban kini menuntut pertanggungjawaban, baik secara hukum maupun politik. Mereka mendesak aparat penegak hukum, termasuk Polda Sumut, untuk segera menindaklanjuti laporan dan mengusut tuntas dugaan penggelapan serta penyalahgunaan jabatan yang dilakukan Dedek Pradesa.

Lebih jauh, mereka juga berharap Presiden Prabowo Subianto selaku Ketua Umum Partai Gerindra turun tangan secara langsung untuk memberi sanksi tegas kepada kadernya. Jika tidak ditangani dengan serius, kasus ini dikhawatirkan akan mencoreng nama partai dan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.

“Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus menuntut keadilan, dan bila perlu, kami akan mengajukan laporan resmi ke Polda Sumut dalam waktu dekat,” ujar salah satu perwakilan nasabah.

Kasus ini bukan hanya soal penggelapan dana, tetapi juga menyangkut integritas pejabat publik dan tanggung jawab partai politik terhadap kadernya. Transparansi, keadilan, dan penegakan hukum yang tegas menjadi harapan satu-satunya bagi ratusan korban yang menanti uang mereka dikembalikan. (sin)