JAKARTA RAYA, Sulkbar – Provinsi Sulawesi Barat menyimpan potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar, dengan estimasi produksi ikan mencapai 2,2 juta ton per tahun.
Namun, data terbaru menunjukkan bahwa realisasi produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 64 ribu ton atau hanya sekitar 3 persen dari total potensi yang ada.
Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka, menyatakan bahwa daerahnya menyimpan SDA yang luar biasa, namun belum digarap secara maksimal.
“Kami butuh mitra dan fasilitasi dari pusat agar potensi-potensi ini benar-benar memberi dampak besar ke masyarakat,” kata Suhardi kepada Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani di Jakarta pada awal Juni lalu.
Berdasarkan hasil kajian Institut Pertanian Bogor beberapa tahun lalu menyebutkan, Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi yang sangat strategis untuk dikembangkan sebagai sentra industri perikanan tangkap maupun budidaya.
Posisi Sulawesi Barat yang dilintasi ALKI II memberikan potensi perikanan tangkap yang sangat strategis. ALKI II merupakan jalur pelayaran dan penerbangan yang menghubungkan Laut Sulawesi dengan Samudera Hindia melalui Selat Makassar, Laut Flores, dan Selat Lombok.
Posisi Sulawesi Barat yang berada di tengah, sehingga dapat menjangkau lokasi penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Ini masih sangat potensial sumber dayanya, khususnya di WPPNRI 573, WPPNRI 714, WPPNRI 716 dan WPPNRI 718, tentu merupakan posisi strategis yang harus dapat dioptimalkan.
Begitu pun, atas hasil survey yang dilakukan, kualitas perairan di sepanjang pantai Sulawesi Barat juga masih sangat baik, sehingga sangat mendukung untuk pengembangan industri budidaya perikanan.
Pengembangan industri perikanan di Sulawesi Barat ini juga akan didorong dengan membuka pasar Indonesia di negara tujuan ekspor.
Hal ini harus didukung pengembangan pelabuhan perikanan yang cukup memadai yaitu minimal pelabuhan perikanan nusantara, yang rencananya akan dikembangkan di Palipi untuk Kabupaten Majene, di Desa Kamansi.
Dalam kesempatan lain, Suhardi juga meyakinkan kepada calon investor akan iklim investasi yang aman dan tidak berbelit-belit.
Ia menegaskan, segala bentuk kendala investasi di masa kepemimpinannya, izin yang telah dikeluarkan harus dihormati dan dijaga.
“Saya tidak akan keluarkan izin kalau ada masalah dibawa. Tapi kalau sudah keluar izin, harga diri saya sebagai gubernur. Jadi perhatikan betul (sebelum mengeluarkan izin). Kau yang bertanggungjawab kalau kasi keluar izin,” tegasnya.
Sementara itu, Rosan Roeslani menyampaikan apresiasi atas kesiapan dan arah strategis yang dibawa langsung oleh Gubernur Sulbar.
Menurutnya, Provinsi Sulbar menunjukkan keseriusan membangun ekosistem investasi yang progresif dan terukur.
“Yang kami butuhkan dari daerah adalah kejelasan arah, kesiapan teknis, dan komitmen untuk eksekusi. Tugas kami adalah fasilitasi dan percepatan,” ujar Menteri Rosan.
Secara khusus, Menteri Rosan tertarik dengan dua bidang yang akan segera ditindaklanjuti, yakni, kelautan, karena ada mitra investor asal China yang siap masuk dan memanfaatkan potensi laut Sulbar yang sangat besar.
Pengembangan sektor perikanan di Sulbar juga telah disampaikan oleh Suhardi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono, bersama Wakil Menteri Victor Gustaaf Manoppo, beserta sejumlah Dirjen KKP, di Jakarta, pada Mei 2025.
Hasil pertemuan itu menyebutkan, KKP akan mendorong tumbuhnya investasi di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) senilai Rp200 miliar untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah.
Sulbar merupakan daerah maritim dengan panjang pantai mencapai 600 kilometer dan 40 persen masyarakatnya mayoritas adalah nelayan sehingga sektor perikanan akan berpeluang memajukan ekonomi daerah. Ali
Tinggalkan Balasan