JAKARTA RAYA, Belanda – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda mengeluarkan pernyataan sikap untuk menolak keras pelibatan mahasiswa dalam kunjungan kerja (kunker) pejabat di luar negeri.
Hal ini diserukan usai salah satu anggota PPI Groningen, Belanda, Muhammad Athaya Helmi Nasution meninggal dunia, Rabu (27/8). “PPI Belanda menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Muhammad Athaya Helmi Nasution, anggota PPI Groningen,” tulis PPI Belanda dalam postingan media sosial Instagram resminya dikutip Selasa (9/9).
“Kami menegaskan sikap menolak keras pelibatan mahasiswa dalam praktik pemfasilitasan kunjungan pejabat publik yang berisiko, tanpa perlindungan hukum dan mekanisme yang jelas. Tragedi ini tidak boleh terulang,” tegas PPI Belanda lebih lanjut.
Sebelumnya ada delapan poin yang disampaikan oleh PPI Belanda dalam pernyataan resmi mereka. Pernyataan resmi itu diunggah melalui akun Instagram @ppibelanda pada Senin (8/9) yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal PPI Belanda, Vadaukas Valubia Laudza, serta Ketua PPI Groningen, Yosafat Beltsazar.
“Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas wafatnya salah satu anggota kami, Muhammad Athaya Helmi Nasution yang merupakan anggota PPI Groningen dalam rangka mendampingi sebuah kunjungan tertutup yang melibatkan pejabat publik (DPR, OJK dan Bank Indonesia) pada tanggal 25-27 Agustus 2025 di Wina Austria,” tulis PPI Belanda.
PPI Belanda menjelaskan bahwa almarhum yang akan genap berusia 19 tahun pada Oktober mendatang, meninggal di tengah pengabdiannya sebagai pelajar. Hasil otopsi forensik menunjukkan dugaan heatstroke akibat kurangnya cairan, nutrisi, kelelahan, hingga ketidakseimbangan elektrolit dan kadar gula darah rendah, yang berujung pada stroke. Aktivitasnya sebagai pemandu berlangsung dari pagi hingga malam pada hari tersebut.
Dalam pernyataannya, PPI Belanda menyoroti kurangnya tanggung jawab dan transparansi dari pihak penyelenggara acara (EO) maupun koordinator liaison officer (LO). “Saat Almarhum meninggal dunia pada Rabu (27/8), tidak ada permintaan maaf maupun pertanggungjawaban dari pihak EO maupun LO kepada keluarga Almarhum yang datang ke Wina untuk mengurus jenazah,” ujar pernyataan resmi itu.
Lebih lanjut, PPI Belanda menyampaikan bahwa alih-alih mengunjungi tempat penginapan saat Almarhum menghembuskan nafas terakhir, acara kunjungan kerja tetap berjalan. Pihak EO justru fokus mengurus persiapan jamuan makan bersama pejabat publik di restoran.
“Selain itu, tidak ada upaya dari pihak EO, koordinator LO, maupun pejabat publik yang hadir untuk menemui keluarga. Pihak keluarga juga menyampaikan adanya indikasi penutupan keterangan kegiatan apa dan siapa yang dipandu almarhum di Wina dari pihak EO,” tulis PPI Belanda.
Berdasarkan peristiwa ini, PPI Belanda menegaskan sejumlah sikap.
Pertama, mereka menekankan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam memfasilitasi kunjungan pejabat publik di luar negeri berpotensi menempatkan mereka pada situasi berisiko.
Kedua, PPI Belanda menolak keras praktik pemfasilitasan perjalanan dinas pejabat publik oleh mahasiswa, terutama tanpa kontrak resmi, perlindungan hukum, dan mekanisme yang jelas.
Ketiga, PPI Belanda juga mengimbau seluruh mahasiswa Indonesia di Belanda agar tidak menerima tawaran memfasilitasi perjalanan pejabat publik, terutama yang datang melalui jalur pribadi atau jaringan pertemanan.
Keempat, PPI Belanda menegaskan bahwa setiap ajakan pemfasilitasan harus segera dilaporkan kepada PPI Belanda melalui media sosial atau pengurus resmi. Kelima, PPI Belanda menuntut akuntabilitas, transparansi, dan pertanggungjawaban dari pihak EO serta koordinator LO.
Keenam, mereka juga menekankan peran KBRI Den Haag dan KBRI di negara lain untuk menghentikan pelibatan mahasiswa dalam kunjungan pejabat publik tanpa koordinasi resmi dengan PPI. PPI Belanda menegaskan bahwa sebagai perwakilan negara, seharusnya KBRI menjamin perlindungan dan keamanan bagi seluruh WNI, termasuk pelajar Indonesia.
Ketujuh, PPI Belanda meminta kerja sama dengan PPI di seluruh dunia untuk meningkatkan kewaspadaan dan mencegah keterlibatan mahasiswa dalam praktik serupa.
Kedelapan, mereka jug mendorong PPI Dunia mempercepat pembahasan Undang-Undang Perlindungan Pelajar dan menyampaikan rancangan undang-undang tersebut kepada pemangku kebijakan.
“Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Kami berharap semua pihak terkait dapat mengambil tanggung jawab penuh, agar tragedi serupa tidak pernah terulang kembali. Jangan sampai ada lagi pelajar Indonesia yang menjadi korban atas praktik kerja eksploitatif untuk kepentingan pejabat negara,” tandas pernyataan resmi PPI Belanda.
Respon KBRI Deen Hag?
Mengutip laman maklumat id, PPI Belanda telah menerima surat tanggapan dari KBRI Den Haag, 8 September 2025, menyusul pernyataan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan sebagai tindak lanjut atas pernyataan sikap yang sebelumnya disampaikan terkait wafatnya almarhum. Surat itu telah diarsipkan sebagai bagian dari dokumentasi serta bentuk transparansi kepada seluruh pelajar Indonesia di Belanda.
“PPI Belanda akan terus mengawal tuntutan kami hingga terwujud akuntabilitas dari pihak EO, LO, dan seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Selain itu, tentunya kami juga akan menjaga komunikasi dengan berbagai pihak demi memastikan perlindungan dan keselamatan pelajar Indonesia di Belanda yang senantiasa menjadi prioritas Utama,” tulis PPI Belanda dalam unggahan terpisah mengenai respon KBRI Deen Haag.
Dalam pernyataannya, KBRI Den Haag menyampaikan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas wafatnya almarhum yang adalah mahasiswa di Universitas Hanze di Groningen, Belanda. KBRI Den Haag menyampaikan doa agar keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan ketabahan. (hab)


Tinggalkan Balasan