JAKARTA RAYA, Medan – Polemik besarnya tunjangan anggota DPRD Sumatera Utara kembali menghangat setelah seorang tokoh publik melontarkan kritik. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Koalisi Pemerhati Indonesia Raya (KAPIR), Rahmad Situmorang, menilai isu tersebut sengaja digiring secara sepihak sehingga menyesatkan masyarakat.

“Jangan menggiring opini publik hanya pada satu sisi saja. Kalau bicara soal uang rakyat, mari kita buka semuanya secara terang. Jangan seolah-olah DPRD Sumut adalah pihak yang paling menikmati anggaran, padahal tunjangan pejabat OPD di Provinsi jauh lebih fantastis,” tegas Rahmad di Medan, Kamis (11/9/2025).

Rahmad menyebutkan, data yang beredar menunjukkan Sekretaris Daerah Provinsi Sumut bisa menerima tunjangan hingga Rp125 juta per bulan, Asisten Sekda Rp54 juta, sementara tenaga ahli gubernur mencapai Rp47,7 juta. Menurutnya, fakta ini harus dipaparkan ke publik agar masyarakat mendapatkan gambaran utuh.

“Kalau benar-benar ingin transparan, jangan setengah hati. Rakyat berhak tahu keseluruhan fakta, bukan hanya potongan-potongan yang dipelintir demi agenda politik,” tambahnya.

Soroti Proyek Mangkrak Era Wali Kota Medan

Selain soal tunjangan, Rahmad juga menyinggung rekam jejak tokoh yang mengkritisi DPRD tersebut ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Medan. Menurutnya, sejumlah proyek infrastruktur mangkrak justru menjadi bukti nyata pemborosan anggaran publik.

Beberapa proyek yang disebutkan antara lain:

  • Stadion Teladan, yang dijanjikan sebagai ikon olahraga, namun hingga kini tak kunjung selesai.
  • Islamic Center, yang terhenti tanpa kejelasan manfaat bagi masyarakat.
  • Proyek lampu hias jalan (dikenal sebagai lampu pocong) dengan anggaran besar, namun dianggap tidak berdampak signifikan bagi kesejahteraan warga.
  • Basemen Lapangan Merdeka, yang gagal difungsikan karena selalu banjir saat hujan, sehingga menjadi beban anggaran daerah.

“Pernyataan itu seperti meludah ke atas. Menuduh pihak lain tamak, tapi lupa bahwa proyek-proyek masa jabatannya sendiri justru menyisakan tanda tanya besar. Ini bukan lagi soal DPRD, ini soal tanggung jawab terhadap anggaran publik,” kritik Rahmad.

Dorongan Usut Tuntas

Kritik Rahmad juga diamini sejumlah aktivis mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil. Mereka menilai isu tunjangan DPRD hanya dijadikan pengalihan isu untuk menutupi “luka lama” dari proyek-proyek mangkrak bernilai ratusan miliar rupiah.

“Kalau DPRD dituding, maka OPD juga harus dibuka. Kalau tunjangan dipersoalkan, maka proyek mangkrak pun harus diusut. Transparansi jangan pilih-pilih,” ujar Rahmad menutup pernyataannya. (sin)