JAKARTA RAYA, Medan – Rencana kunjungan Direktur Utama Telkomsel, Dian Siswarini, ke Sumatera Utara pada Minggu (15/6/2025) dalam rangka agenda internal perusahaan justru memicu gelombang penolakan dari kalangan pelaku usaha mikro. Di tengah gencarnya Telkomsel mendorong percepatan digitalisasi dan memperkenalkan produk baru, suara protes dari pedagang konter dan komunitas Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI) justru semakin nyaring terdengar.
Penolakan datang dari barisan pedagang konter pulsa dan data, serta jaringan KNCI yang tersebar di berbagai daerah. Mereka menilai peluncuran paket data “3 GB All Operator” sebagai bentuk pengabaian terhadap kontribusi UMKM digital yang selama ini menjadi ujung tombak distribusi produk Telkomsel hingga pelosok negeri.
Ketua DPD KNCI Sumut, Rudi Irawan, menyatakan bahwa para pelaku konter selama ini sudah cukup bersabar menghadapi perubahan kebijakan yang semakin menekan mereka. Namun, peluncuran paket data dengan sistem distribusi yang dinilai tidak sehat seperti “3 GB All Operator” dianggap sebagai puncak ketidakadilan. Ia menegaskan bahwa mereka bukan anti-perubahan, tetapi menolak ketika perubahan justru menyingkirkan konter-konter kecil yang dulunya merupakan mitra penting Telkomsel.
Penolakan terhadap kunjungan Dirut Telkomsel tak hanya terjadi di Medan, tetapi juga meluas ke berbagai kota dan kabupaten lainnya di Sumatera Utara. Sejumlah tokoh lokal seperti Yohanes Firdaus Manullang (Medan), Parancis Sipangkar (Binjai), Aidi Zikri Pane (Tanjungbalai), Marbun (Padangsidimpuan), Fredi (Kabanjahe), dan Tommy (Asahan) turut menyatakan sikap senada bahwa Telkomsel harus menghentikan kebijakan sepihak dan mulai mendengar suara dari bawah.
Aksi protes tidak berhenti pada pernyataan sikap. Para pedagang konter menggelar aksi damai dengan memasang spanduk dan poster di konter-konter mereka sebagai bentuk penolakan. Tulisan-tulisan seperti “Tolak 3 GB All Operator, Hancurkan UMKM!”, “Dirut Telkomsel Jangan Datang ke Sumut Jika UMKM Diperlakukan Tidak Adil”, serta “Kami Konter Rakyat, Bukan Musuh Korporasi” terlihat di berbagai titik.
Muhammad Rizky Dalimunte, aktivis dari komunitas Sahabat Outlet, menyuarakan keresahan yang dirasakan para pemilik konter. Ia menyebut kebijakan baru Telkomsel sebagai bentuk transformasi digital yang tidak adil dan bahkan diskriminatif. Menurutnya, UMKM digital tidak seharusnya hanya dijadikan slogan, melainkan perlu dilibatkan secara nyata dalam proses transformasi tersebut. Ia menyebut situasi ini sebagai bentuk “kolonialisasi digital versi baru”.
Di tengah kondisi ini, KNCI menyerukan adanya evaluasi nasional terhadap pola bisnis operator telekomunikasi. Sekretaris Jenderal KNCI, Budi Gerald, menekankan bahwa negara harus hadir menengahi persoalan antara pelaku usaha kecil dan perusahaan telekomunikasi besar. Ia menyampaikan bahwa KNCI terbuka untuk dialog, namun jika suara mereka terus diabaikan, maka gerakan penolakan ini akan meluas ke tingkat nasional. Ia menyebut ini bukan ancaman, melainkan seruan untuk menegakkan keadilan dalam ekosistem distribusi digital.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Telkomsel mengenai reaksi keras dari KNCI dan jaringan pedagang konter di Sumut. Banyak pihak berharap Telkomsel segera membuka ruang komunikasi untuk mencegah konflik ini berkembang lebih luas.
Kisruh ini menjadi peringatan bahwa transformasi digital yang tidak inklusif bisa melukai kelompok masyarakat kecil. Pemerintah, sebagai penentu arah kebijakan telekomunikasi nasional, diharapkan mengambil sikap adil dan tidak hanya berpihak pada kepentingan korporasi. Sebab, ketika suara konter-konter kecil mulai menggema serempak, itu bukan sekadar protes, melainkan sinyal bahwa ada ketidakadilan yang perlu segera diperbaiki. (sin)
Tinggalkan Balasan