JAKARTA RAYA – Centre Budget for Analysis (CBA) mendesak PT Pertamina (Persero), khususnya PT Pertamina Patra Niaga, untuk membuka data terkait distribusi gas elpiji 3kg atau gas melon. CBA menyoroti dugaan permainan dalam distribusi yang diduga merugikan subsidi negara.
Dugaan Penyimpangan di Hulu Distribusi
Direktur CBA, Uchok Sky Khadafi, menyatakan bahwa masalah distribusi gas melon bermula dari penetapan agen distribusi di tingkat hulu. Ia meminta Pertamina Patra Niaga untuk transparan mengenai siapa pemilik agen-agen tersebut, berapa kuota yang mereka terima, serta afiliasi yang terlibat.
“Kisruh ini berawal dari hulu. Jangan salah menuding pengecer yang hanya berusaha bertahan hidup dengan keuntungan kecil. Data tentang siapa yang mengendalikan distribusi ini harus dibuka,” tegas Uchok di Jakarta, Kamis (6/2).
Ia juga menyinggung dugaan adanya campur tangan pihak-pihak tertentu, termasuk dari kalangan politik, dalam penetapan agen distribusi. “Menjadi agen itu tidak mudah tanpa adanya ‘pelicin’. Jika agen sudah mengeluarkan biaya besar di awal, mereka pasti akan mencari cara untuk menutupi pengeluaran tersebut,” tambahnya.
Praktik Nakal di Lapangan
Uchok mengungkapkan bahwa banyak agen yang tidak menyalurkan seluruh kuota gas mereka ke pangkalan resmi. Sebagian gas justru ‘bocor’ di jalan dengan dijual langsung ke pengecer, sehingga harga bisa dimanipulasi lebih tinggi.
“Kalau dikirim ke pangkalan, harga sudah jelas dan tidak bisa dimainkan. Tapi kalau langsung ke pengecer, para agen bisa mendapatkan keuntungan lebih besar,” katanya. Ia menyebut bahwa harga gas melon di tingkat pengecer yang mencapai Rp22.000 hingga Rp25.000 per tabung adalah akibat dari praktik ini.
Desakan Terhadap Aparat Penegak Hukum
CBA mendesak Aparatur Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut dugaan penyimpangan ini. “APH harus menelusuri dari proses penganggaran, penetapan agen dan pangkalan, hingga distribusi. Jangan tunggu sampai ramai dulu baru bertindak,” ujar Uchok.
Ia juga meminta Presiden Prabowo melalui menteri-menterinya untuk turun tangan dalam menyelesaikan masalah ini. Pada tahun 2025, pemerintah mengalokasikan subsidi gas melon sebesar Rp87,6 triliun, naik dari Rp85,6 triliun pada tahun sebelumnya. Dari anggaran tersebut, pemerintah harus menyalurkan 8,17 juta ton gas melon.
“Semua ini mengaku untuk rakyat, tapi rakyat mana yang benar-benar merasakan manfaatnya? Ini harus segera diusut tuntas,” tutup Uchok. (hab)
Tinggalkan Balasan