JAKARTA RAYA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada seluruh kontestan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 untuk tidak menggunakan agama sebagai bahan candaan politik. Termasuk mereka yang berada di eksekutif maupun legislatif.

“Setiap kita harus berhati-hati dengan urusan ibadah, jangan menggunakan ibadah sebagai bahan candaan yang bisa berdampak pada ihanah (mengejek dalam sikap merendahkan,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh dikutip dalam laman resmi MUI, Selasa (26/12/2023).

Kiai Niam menekankan bahwa setiap orang harus berhati-hati dalam persoalan ibadah. Apalagi, persoalan ibadah dijadikan sebuah candaan politik yang bisa saja berpotensi masuk ke dalam ranah ihanah.

Menurutnya setiap orang harus berhati-hati dalam menyampaikan candaan di ruang publik. Bukan hanya terkait agama, tetapi juga terkait ibadah, suku dan sejenisnya.

“Tapi intinya setiap kita perlu berhati-hati dalam menyampaikan candaan di ruang publik. Apalagi terkait itu masalah agama, masalah suku, masalah ibadah, dan sejenisnya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang terlarang,”kata dia.

Selain itu itu, Kiai Niam kembali mengingatkan kepada umat Muslim yang memiliki hak pilih untuk menggunakannya secara bertanggung jawab dengan memilih pemimpin yang memenuhi syarat ideal dan bertanggung jawab. Bahkan, hal itu hukumnya wajib bagi umat Muslim.

“Setiap Muslim yang memiliki hak pilih wajib menggunakannya secara bertanggung jawab. Dengan memilih pemimpin, baik eksekutif maupun legislatif yang memenuhi syarat ideal kepemimpinan sehingga dapat mengemban tugas kepemimpinan dengan amanah,” jelasnya.

Adapun pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat ini mengungkapkan, syarat ideal dari pemimpin adalah beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), serta mempunyai kemampuan (fathanah). Yang mana sesuai dengan ketetapan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tahun 2009 silam.(hab)