JAKARTA RAYA, Medan – Jagat media sosial dihebohkan dengan unggahan akun TikTok bernama Joshua Simatupang 02 yang menyebut bahwa Surat Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dikeluarkan Polrestabes Medan atas nama Arini Ruth Yuni br Siringoringo, Erika br Siringoringo, dan Nurintan br Nababan adalah tidak sah atau palsu. Unggahan tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak karena dinilai menyesatkan dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Tidak hanya menuding DPO sebagai tidak valid, akun tersebut juga menyebut “media tidak jelas” saat membalas komentar netizen. Pernyataan ini dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap profesi jurnalis dan insan media yang selama ini berperan aktif dalam menyampaikan informasi yang berimbang serta mendukung program pemerintah dan aparat penegak hukum.
Sebelumnya, Leo Zai dari Kantor Hukum DRS & Partners juga menyampaikan pernyataan serupa di sejumlah media daring, mengklaim telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan menyebut DPO tersebut palsu. Klaim ini justru memperkeruh keadaan dan menimbulkan pertanyaan serius terhadap etika dan tanggung jawab seorang praktisi hukum.
Menanggapi hal ini, kuasa hukum korban penganiayaan, Henry Pakpahan, S.H., menyampaikan bantahan tegas dalam konferensi pers yang digelar di Polrestabes Medan pada 23 Mei 2025. Dihadiri pula oleh korban Doris Fenita br Marpaung dan Riris br Marpaung, Pakpahan menyatakan bahwa tudingan akun TikTok tersebut sangat menyesatkan publik.
“Akun TikTok Joshua D. Simatupang telah menyesatkan publik. Tidak mungkin kepolisian keliru dalam menerbitkan DPO,” tegas Henry.
Henry menantang pihak yang meragukan keabsahan DPO untuk menempuh jalur hukum resmi, seperti praperadilan, bukan hanya membuat klaim di media sosial.
“Jika memang DPO itu palsu, mengapa ketiga tersangka tidak hadir dalam konferensi pers di kantor imigrasi beberapa waktu lalu? Kenapa mereka harus disembunyikan?” sindirnya.
Ia juga menyerukan agar Kepala KPP Pratama Cilandak Jakarta Selatan, tempat Arini Ruth Yuni br Siringoringo bekerja, segera mengambil sikap dan meminta pegawainya menyerahkan diri kepada polisi. Pakpahan meminta agar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, dan Kepala KPP Pratama Cilandak bersikap tegas terhadap pegawai yang menjadi buronan.
Lebih lanjut, Henry meminta atensi dari Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, dan Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gideon Arif Setiawan terhadap kasus ini, karena dinilai telah mencoreng kehormatan institusi kepolisian.
“Kepada seluruh masyarakat Indonesia dan aparat kepolisian, jika melihat ketiga DPO tersebut, mohon segera diamankan dan diserahkan ke pihak berwajib agar proses hukum dapat berjalan,” tandas Henry.
Ketiga tersangka, yaitu Erika br Siringoringo, Arini Ruth Yuni br Siringoringo, dan Nurintan br Nababan, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 6 Januari 2025 atas kasus penganiayaan terhadap Doris dan Riris br Marpaung, dengan sangkaan Pasal 170 jo 351 KUHP. Status DPO dikeluarkan pada 14 April 2025 karena mereka tidak kooperatif dan mangkir dari pemanggilan polisi, bahkan diketahui berada di luar negeri.
Nomor DPO masing-masing tersangka:
- Erika br Siringoringo: DPO / 59 / IV / RES 1.6 / 2025 / Reskrim
- Arini Ruth Yuni br Siringoringo: DPO / 60 / IV / RES 1.6 / 2025 / Reskrim
- Nurintan br Nababan: DPO / 61 / IV / RES 1.6 / 2025 / Reskrim
Sebagai penutup, Pakpahan menyatakan akan menempuh langkah hukum terhadap pemilik akun TikTok Joshua D. Simatupang dan mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan.
“Jangan takut dengan intimidasi siapa pun. Jika kita benar, hukum akan berpihak pada keadilan,” pungkasnya.
Publik kini menanti sikap tegas dari Polrestabes Medan sebagai institusi yang mengeluarkan DPO, guna menghindari kesimpangsiuran informasi yang dapat mencoreng kewibawaan aparat penegak hukum. (sin)
Tinggalkan Balasan