JAKARTA RAYA – Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara Sarbumusi (Buminu Sarbumusi), Ali Nurdin, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah konkret menyelamatkan Susanti binti Mahfudz, pekerja migran asal Karawang, Jawa Barat, yang terancam dieksekusi mati di Arab Saudi.

Susanti telah ditahan sejak 2009 atas tuduhan membunuh anak majikannya di kota Dawadmi. Ia dijatuhi hukuman mati dan diwajibkan membayar diyat atau uang ganti rugi sebesar 30 juta Riyal Saudi—sekitar Rp120 miliar. Batas akhir pembayaran diyat jatuh pada 9 April 2025. Namun, hingga saat ini, dana yang terkumpul baru sekitar 2,27 juta Riyal.

> “Jika Susanti sampai dieksekusi, itu akan menjadi kegagalan negara dalam menjalankan amanat konstitusi untuk melindungi setiap warganya di luar negeri,” tegas Ali Nurdin dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (8/4/2025).

Sorotan terhadap Sistem Penempatan dan Perlindungan

Ali menyoroti bahwa Susanti diberangkatkan ke Arab Saudi saat masih berusia 16 tahun. Ia menyebut Susanti sebagai korban dari sistem penempatan pekerja migran yang tidak optimal. Selain minim pendampingan hukum dan pelatihan bahasa, Susanti disebut hanya bekerja selama tiga bulan sebelum kemudian terjerat kasus hukum.

“Seorang anak di bawah umur seharusnya tidak bisa diberangkatkan keluar negeri. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dalam sistem penempatan tenaga kerja kita,” ungkapnya.

Kritik Terhadap Diplomasi dan Perjanjian Bilateral

Ali juga menyampaikan kritik terhadap lemahnya diplomasi pemerintah Indonesia, khususnya dalam menjalin perjanjian bilateral dengan Arab Saudi terkait perlindungan hukum bagi pekerja migran yang menghadapi kasus pidana. Ia menilai belum adanya nota diplomatik yang kuat sebagai salah satu kendala utama.

“Hingga saat ini, belum ada langkah signifikan dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dana hasil negosiasi. Ini harus menjadi perhatian serius,” ujarnya.

Desakan untuk Presiden Prabowo

Dengan tenggat waktu yang tinggal satu hari, Ali Nurdin menyerukan Presiden Prabowo Subianto untuk turun langsung menangani persoalan ini. Ia mendorong agar Presiden menggunakan segala jalur, termasuk diplomasi darurat atau penggalangan dana darurat, untuk menyelamatkan nyawa Susanti.

“Ini bukan semata soal hukum, tapi juga soal moral dan tanggung jawab negara terhadap nyawa warganya,” tegas Ali.

Ia juga mengingatkan bahwa Susanti bukan satu-satunya pekerja migran yang menghadapi ancaman serupa, dan mendorong reformasi menyeluruh dalam sistem perlindungan pekerja migran Indonesia. (hab)