JAKARTA RAYA – Di era kepemimpinan pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ada fenomena baru di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Pertama, banyak posisi jabatan strategis (eselon) masih diduduki pejabat dengan status pelaksana tugas (Plt). Kedua, banyak posisi-posisi strategis di eselon 2 yang diisi orang-orang yang berasal dari eksternal alias para ASN yang bukan berasal dari lingkungan Pemprov DKI.
Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah ikut menyoroti persoalan tersebut. Menurut dia, jabatan yang diisi ASN dari luar Pemprov DKI saat ini antara lain, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Biro Umum dan ASD, Biro Hukum, Inspektorat, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) dan Sekda DKI Jakarta.
“Penempatan ASN dari luar Pemprov DKI untuk jabatan strategis seperti merendahkan kualitas ASN di internal. Boleh dikatakan, banyak ASN berkualitas justru dianggap tidak mampu. Padahal, banyak ASN di lingkungan Pemprov DKI merupakan tamatan luar negeri alias bukan ‘kaleng-kaleng’,” ujar Amir saat berbincang dengan wartawan, Kamis (1/8).
Kata Amir ASN yang disekolahkan oleh Pemprov DKI dengan menggunakan dana miliaran rupiah itu tidak memiliki kesempatan mengisi jabatan strategis.
“Kenapa? Karena jabatan strategis telah habis ‘diborong’ oleh ‘orang luar’ titipan,” ujarnya lagi.
Amir berpendapat, sudah jelas yang tertuang dalam UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN dan PP No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN. Aturan itu menegaskan bahwa Gubernur adalah Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Sekda adalah Pejabat yang Berwenang.
“Sebagai PPK, kewajiban gubernur adalah membina ASN di lembaga atau institusinya. Bukan membina pegawai dari luar. Artinya, memposisikan ‘orang luar’ menjadi pejabat di Pemprov DKI merupakan bentuk pelanggaran aturan. Termasuk Sekda. Sebagai pejabat berwenang maka mengusulkan pejabat yang di lingkungannya untuk diangkat, dipindahkan, atau diberhentikan. Bukan justru mengusulkan pejabat dari luar untuk menduduki posisi tertentu. Lalu, menyingkirkan ASN internal,” bebernya.
Menurut Amir, untuk menduduki jabatan tertentu tidak hanya butuh kepintaran, tapi pengalaman kerja. ASN Pemprov DKI tentunya sudah sudah melewati proses tersebut. Termasuk sudah bekerja dan telah berinteraksi dengan lingkungan kerja hingga ke masyarakat.
“Dampak dari persoalan itu, pejabat ‘orang luar’ bisa melahirkan konflik secara diam–diam dengan pejabat internal. Kondisi ini yang harus dihindari. Indikasi unsur politik, sangat kuat dalam proses penempatan jabatan. Akibatnya, tidak ada tolak ukur yang jelas,” ungkapnya.
Dari kondisi ini Amir menyoroti keberadaan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) DKI Jakarta. Salah satu fungsi instansi tersebut lanjut Amir adalah mempersiapkan SDM unggul. Dengan pengembangan SDM berbasis kompetensi, regenerasi dalam organisasi punya harapan di masa mendatang.
“Keberadaan BPSDM DKI semestinya mampu menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi krisis kepemimpinan di lingkungan kerja Pemprov DKI Jakarta. BPSDM DKI seakan tidak mampu melahirkan generasi pemimpin secara berkesinambungan.
Lalu, apa gunanya BPSDM DKI? Bubarkan saja! Kondisi ini, bisa menjadi bahan pertimbangan untuk Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono,” pungkasnya.(hab)
Tinggalkan Balasan