JAKARTA RAYA – Kuasa hukum korban investasi bodong dari kantor Abdillah Law Firm, Mohammad Syarifudin Abdillah, S.H., M.H., membeberkan dugaan keterlibatan seorang dokter spesialis anak yang bekerja di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) dalam kasus proyek tambang fiktif yang didalangi ayah kandungnya.

Kasus tersebut bermula pada 2008, ketika ayah dari dokter tersebut berinisial W menawarkan investasi alat berat untuk proyek pertambangan di Sungai Danau, Kalimantan Selatan. Korban disebut telah menyerahkan uang Rp1,25 miliar kepada W setelah dijanjikan keuntungan investasi menjadi Rp1,5 miliar. Namun, kemudian diketahui bahwa proyek tersebut fiktif.

“Klien kami setelah menyadari proyek ini fiktif. Pada saat itu dibuat akta pengakuan utang. Bahkan pernah diberikan cek, tapi ternyata cek kosong,” ujar Abdillah saat memberikan keterangan kepada media, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, dokter berinisial P.W. anak dari W, diduga turut serta melakukan tindak pidana tersebut dan terlebih dokter sekaligus anak dari W juga yang menjamin pengembalian uang secara lisan sebagai personal guarantee di hadapan saksi, korban, serta telah melakukan komunikasi daring yang telah direkam untuk membahas perihal pembayaran namun tidak pernah terealisasi.

“Secara gentleman agreement, beliau menyatakan siap membayar dan menyelesaikan. Ada bukti rekaman Google Meeting, ada bukti pertemuan. Namun hingga hari ini tidak ada penyelesaian, hanya janji-janji,” tegasnya.

Abdillah menambahkan, upaya penyelesaian secara kekeluargaan telah dilakukan sejak lama. Pihaknya juga telah melayangkan tiga kali somasi sejak Mei 2025 dan menembuskan surat kepada pihak RSPP. Kuasa hukum mengklaim sudah bertemu perwakilan rumah sakit bernama Lia Amalia, yang disebut mengetahui persoalan ini.

“Sayangnya, sampai hari ini tidak ada respons resmi dari RSPP. Padahal kami percaya institusi sebesar itu menjunjung integritas dan etika serta kredibiltas.” ucapnya.

Dari total kerugian Rp1,5 miliar, disebut baru ada beberapa kali cicilan yang kemudian terhenti, dan hutang tersisa masih diatas Rp 1 miliar.

Meski fokus langkah hukum masih pada ranah perdata terkait wanprestasi, Abdillah menyebut kemungkinan unsur pidana tidak tertutup, termasuk dugaan cek kosong dan penyertaan tindak pidana sesuai Pasal 55 KUHP.

“Kalau pidana, masih kami kaji. Tapi kalau perdata, jelas. Kami berharap ada itikad baik untuk penyelesaian dan tidak berlarut-larut. Klien kami tetap membuka ruang damai secara kekeluargaan,” katanya.

Kuasa hukum juga menyebut sudah menemukan indikasi adanya korban lain dalam kasus serupa yang diduga melibatkan pihak yang sama.

Pihak Abdillah Law Firm berencana melaporkan kasus ini ke IDI dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta agar menjadi perhatian etika profesi dan pengawasan tenaga medis.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak dokter maupun pihak RSPP belum memberikan keterangan resmi terkait tuduhan tersebut. (hab)