JAKARTA RAYA – Usalan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang mendorong Pemerintah mengirimkan nota protes ke Malaysia terkait penjiplakan lagu Halo-Halo Bandung dinilai tepat. Hal tersebut dinilai sebagai ketegasan Indonesia atas pelanggaran yang dilakukan pihak Malaysia.
“Apa yang disuarakan oleh DPR agar Pemerintah mengirimkan nota keberatan terkait penjiplakan adalah langkah yang tepat dan patut untuk didukung,” ujar Pengamat Pariwisata, Seni dan Budaya, Taufan Rahmadi, Sabtu (16/9/2023).
Taufan mengatakan, penjiplakan lagu Halo-Halo Bandung oleh kreator YouTube asal Malaysia merupakan hal yang patut direspons cepat oleh pemerintah Indonesia. Sebab tidak menutup kemungkinan akan ada lagi lagu daerah Indonesia yang diubah lirik dan aransemennya oleh pihak Malaysia demi keuntungan mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“DPR perlu mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengajukan protes dan meminta kepada Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim untuk menegur dan memberikan sanksi yang tegas kepada warga negaranya yang melakukan penjiplakan tersebut,” papar Taufan.
Ditambahkannya, ketegasan Pemerintah dinilai penting mengingat Malaysia sudah kerap kali mengakui seni dan kebudayaan asli Indonesia sebagai miliknya. Setidaknya, sudah ada 14 kebudayaan asli Indonesia yang diklaim asal Malaysia, mulai dari kuliner, tarian tradisonal, lagu daerah, hingga produk-produk warisan budaya Nusantara.
“Penjiplakan ini bukan sekali ini terjadi tetapi sudah berkali-kali, oleh karena itu harus ada langkah-langkah konkret yang dilakukan sebagai tindakan preventif agar kejadian tidak berulang,” harap Taufan.
Founder Indonesian Tourism Strategist itu menyebut, diperlukan tindakan pencegahan dari Pemerintah agar warisan seni budaya Indonesia tidak diaku-akui oleh negara lain. Menurut Taufan, pemantauan dapat dimaksimalkan lewat peran Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di tiap-tiap negara sahabat.
“Kami mendorong KBRI-KBRI di seluruh dunia, tidak hanya KBRI Malaysia, untuk aktif melakukan monitoring dan sosialisasi guna mencegah hal-hal serupa tidak dilakukan oleh negara-negara lainnya,” jelas penulis buku Protokol Destinasi tersebut.
Taufan menilai klaim seni budaya milik Indonesia oleh negara lain dapat berdampak pada pariwisata Tanah Air. Hal ini lantaran banyak wisatawan asing ingin mendatangi destinasi wisata karena seni budaya yang dimiliki suatu bangsa.
“Kita harus mencegah agar jangan sampai klaim seni dan warisan budaya kita oleh negara lain mengurangi minat wisawatan mancanegara untuk datang ke Indonesia,” kata Taufan.
Melalui fungsi pengawasan dewan, Taufan pun berharap DPR dapat selalu memberikan masukan kepada Pemerintah, terutama karena masalah penjiplakan lagu Halo-halo Bandung oleh pihak Malaysia telah membuat geram masyarakat Indonesia.
“Pemerintah harus mendengarkan apa yang disampaikan DPR karena DPR berbicara sebagai representasi rakyat. Apa yang disampaikan anggota dewan merupakan aspirasi rakyat Indonesia,” tegasnya.
Dalam kasus penjiplakan lagu Halo-Halo Bandung, Taufan juga meminta pemerintah membuat satuan tugas (Satgas) yang bertujuan untuk melindungi kekayaan budaya Indonesia. Dengan hadirnya Satgas, diharapkan Pemerintah dapat merespons cepat setiap adanya dugaan pelanggaran hak cipta atau upaya klaim warisan seni budaya Indonesia.
“Presiden Indonesia perlu membentuk semacam Satgas yang bertugas untuk menjaga dan melakukan upaya penyelamatan dalam melestarikan kekayaan seni budaya Indonesia,” ucap Taufan.
Menurutnya, Satgas tersebut dapat berasal dari perwakilan lintas kementerian/lembaga yang memiliki wewenang dalam menjaga kelestarian kebudayaan Indonesia. Dengan begitu, kata Taufan, Pemerintah dapat bergerak cepat untuk menangani apabila kasus seperti penjiplakan lagu Halo-halo Bandung terulang kembali.
“Kemendikbud, Kemenparekraf dan Kemenlu juga perlu melakukan sinergi dengan platform sosial media seperti YouTube atau Meta di dalam melakukan Indonesia Right Claim,” ungkapnya.
“Hal itu untuk mencegah terupload-nya karya-karya seni musik Indonesia yang dijiplak oleh mereka (Malaysia) secara tidak bertanggung jawab di platform-platform media sosial,” sambung Taufan.
Sebelumnya Anggota Komisi X DPR RI, Andreas Hugo Pareira menilai Pemerintah perlu menyampaikan protes ke Malaysia terkait penjiplakan lagu Halo-halo Bandung. Hal ini dikarenakan penjiplakan tersebut tak hanya sekadar bentuk pelanggaran hak cipta, tapi juga dinilai telah mencederai rasa persaudaran antar-negara.
“Dirjen Kebudayaan bisa berkoordinasi dengan Kemlu (Kementerian Luar Negeri) untuk membuat nota protes ke Pemerintah Malaysia,” kata Andreas, Rabu (13/9/2013).
Penjiplakan lagu Halo-halo Bandung diketahui setelah warganet menemukan lagu yang diunggah oleh channel YouTube berbahasa Melayu, Lagu Kanak TV. Channel tersebut mengunggah lagu berjudul ‘Helo Kuala Lumpur’.
Lagu Helo Kuala Lumpur diduga merupakan hasil jiplakan dari lagu Halo-halo Bandung karena melodi dan nadanya yang memang serupa. Hanya pada beberapa lirik lagu karya Ismail Marzuki tersebut itu diubah dengan narasi untuk menguatkan Kuala Lumpur.
Andreas mengatakan Indonesia pantas menyampaikan protes atau keberatan secara resmi kepada Pemerintah Malaysia karena Halo-halo Bandung merupakan salah satu lagu identitas Negara yang isinya tentang sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa.
“Karena itu menyangkut lagu perjuangan yang berkaitan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Penjiplakan lagu Halo-halo Bandung oleh Malaysia telah menodai harga diri negara kita,” ucapnya.
Andreas mengatakan, karya seni budaya termasuk aset berharga yang dimiliki suatu bangsa. Apalagi lagu Halo-halo Bandung dibuat untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang gugur saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
“Halo-halo Bandung adalah lagu legendaris Indonesia yang telah menjadi bagian integral dari budaya dan sejarah musik Indonesia. Lagu ini menggambarkan keindahan dan kenangan tentang kota Bandung serta perjuangan pahlawan dengan cara yang unik dan indah,” urainya.
Karya seni yang diplagiat atau disalahgunakan pun tentunya mencederai penghargaan terhadap budaya dan kekayaan suatu negara. Oleh karena itu, menurut Andreas, diperlukan tindakan tegas untuk melindungi karya-karya asli dan hak cipta Indonesia.
“Lagu, musik, dan seni budaya adalah ungkapan kreativitas yang merefleksikan identitas dan warisan suatu negara. Jadi penting sekali untuk kita menjaga hak cipta hasil seni budaya bangsa,” sebut Legislator dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) I itu.
Apalagi, bukan kali ini saja negara Jiran tersebut ‘mengklaim’ warisan budaya Indonesia. Dalam bentuk lagu daerah, Malaysia sempat menggunakan lagu Rasa Sayange untuk promosi pariwisatanya yang bertajuk Malaysia Truly Asia pada 2017 lalu.
Rasa Sayange merupakan lagu Indonesia asal Maluku yang diciptakan oleh putra daerah, Paulus Pea. Tak hanya itu, Malaysia kembali menggunakan lagu Rasa Sayange dalam pembukaan SEA Games 2017 saat Malaysia menjadi tuan rumah event olahraga se-Asia Tenggara tersebut.
Kemudian Malaysia juga sebelumnya mengklaim belasan warisan budaya Indonesia lainnya sebagai bagian budaya negaranya. Mulai dari Pencak Silat, Wayang Kulit, Tari Piring, Tari Tor-tor, Angklung, Batik, Lunpia/Lumpia Semarang, alat musik Godang Sambilan, Beras Adan hingga Kuda Lumping.
“Ini adalah tindakan yang tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menciptakan ketegangan antara dua negara tetangga, termasuk masyarakat kedua bangsa. Padahal sebagai saudara satu and rumpun, Indonesia dan Malaysia seharusnya bekerja sama dalam menjaga perdamaian dan harmoni di kawasan,” tegas Andreas.(hab)
Penulis : Hadits Abdillah
Editor : Hadits Abdillah