Jakarta- Pengamat politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana menjelaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak yang diatur konstitusi. Namun demikian, ia menegaskan bahwa hak tersebut harus disalurkan dengan cara yang tertib.

“Penting ditegaskan bahwa kebebasan ini harus disalurkan dengan cara-cara yang tertib, tidak anarkis, serta tidak melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum” tuturnya.

Ia pun mengajak masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi isu yang belum tentu kebenarannya. Sebab, provokasi dapat berujung pada aksi demonstrasi yang destruktif.

Aditnya turut mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Pemerintahan Presiden Prabowo dalam memulihkan ketertiban umum, guna mencegah jatuhnya kerugian materi dan korban jiwa yang lebih luas.

“Aksi yang destruktif justru berpotensi merugikan masyarakat luas, menimbulkan kerugian materi maupun korban jiwa, dan pada akhirnya melemahkan persatuan bangsa yang seharusnya tetap dijaga.” ungkapnya

Tak lupa, akademisi UI itu berpesan agar para tokoh politik yang merupakan perwakilan masyarakat dapat menjaga sikap dan empati kepada masyarakat.

“Dengan demikian, persatuan bangsa terjaga, rakyat tidak dikorbankan, dan negara justru semakin kuat karena ditopang oleh partisipasi publik yang sehat dan pemerintahan yang responsif.” Jelasnya.

Senada, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Marsudi Syuhud menjelaskan Indonesia telah meneguhkan diri sebagai negara demokrasi terbuka yang menjamin kebebasan rakyat dalam menyampaikan aspirasi, termasuk melalui aksi demonstrasi. Ia menilai pemerintah, khususnya Presiden, menunjukkan sikap arif dengan menampung masukan dari berbagai kalangan, serta berkomitmen menindaklanjutinya melalui mekanisme resmi di DPR.

“Indonesia adalah negara demokrasi terbuka yang memberi ruang rakyat menyampaikan aspirasi, termasuk lewat demonstrasi. Presiden berkomitmen menindaklanjuti aspirasi masyarakat melalui mekanisme yang berlaku di DPR,” ujarnya dalam wawancara dengan stasiun televisi swasta.

Marsudi juga mengingatkan pentingnya kebijaksanaan masyarakat dalam menyikapi setiap informasi yang beredar di ruang publik. Menurutnya, kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi harus diimbangi dengan sikap kritis terhadap berita yang belum tentu benar, agar tidak terjebak pada hoaks atau provokasi yang dapat merusak persatuan bangsa.

“Ulama memiliki peran penting dalam membimbing umat agar tetap menjaga akhlak, ketertiban, dan kehormatan ketika menyalurkan pendapat, sehingga demokrasi berjalan sehat tanpa mengorbankan stabilitas nasional,” jelasnya.

Upaya pemerintah juga terus gencar dilakukan dalam melakukan kampanye anti-hoaks, menindak tegas penyebar kebohongan, serta membangun kerja sama dengan berbagai pihak. Dengan adanya regulasi dan penegakan hukum yang tegas, diharapkan penyebaran ujaran kebencian dan hoaks dapat diminimalisasi, sehingga kericuhan tidak semakin diperparah oleh informasi palsu.

Waspada terhadap provokasi dan ujaran kebencian adalah tanggung jawab bersama. Masyarakat tidak boleh mudah terhasut oleh berita yang belum jelas kebenarannya. Ketenangan, sikap kritis, serta kebijaksanaan dalam menyikapi informasi menjadi kunci agar bangsa ini tidak terpecah belah oleh provokasi digital yang sengaja dimainkan pihak-pihak tak bertanggung jawab.