JAKARTA RAYA, Medan — Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Sumatera Utara, Dr. Asa Binsar Siregar, menegaskan komitmen pihaknya dalam memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan mencegah praktik penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) secara non-prosedural.
Menurutnya, APJATI Sumut secara konsisten berkoordinasi dengan pemerintah di berbagai tingkatan untuk memastikan seluruh penempatan PMI dilakukan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
“Komitmen APJATI Sumut dalam memberantas TPPO sangat tegas. Kami tidak akan melakukan penempatan tenaga kerja yang terindikasi terkait perdagangan orang. Kami akan terus menyuarakan dan memerangi praktik TPPO,” ujar Asa Binsar kepada wartawan, Kamis (30/10).
Sebagai bentuk nyata dari komitmen tersebut, pada Rabu, 22 Oktober 2025, APJATI Sumut menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Peningkatan Kualitas, Perlindungan, dan Jumlah Pekerja Migran Indonesia oleh DPD APJATI Sumut dalam Rangka Pencegahan dan Pengurangan Korban TPPO serta Penempatan PMI Non-Prosedural/Ilegal ke Luar Negeri.”
Kegiatan tersebut dihadiri puluhan perwakilan perusahaan jasa tenaga kerja di Sumut. Dalam forum itu, Asa Binsar menjelaskan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab utama masyarakat mudah tergiur untuk bekerja di luar negeri melalui jalur tidak resmi.
“Kondisi ekonomi yang lemah membuat masyarakat cepat percaya pada tawaran kerja ke luar negeri dengan iming-iming gaji besar tanpa memeriksa kebenaran dan legalitasnya,” jelasnya.
Ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada tawaran kerja dari individu atau pihak yang tidak jelas. Calon pekerja migran diminta memastikan legalitas lembaga penyalur tenaga kerja melalui perangkat desa atau Dinas Tenaga Kerja setempat.
“Kalau ada yang menawarkan kerja di luar negeri tapi tidak jelas kantornya di mana, tidak ada izin resmi, dan hanya menjanjikan gaji besar, itu indikasi kuat TPPO. Pastikan selalu tanya ke kepala desa atau Disnaker sebelum memutuskan,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Asa Binsar juga memaparkan ciri-ciri dan modus operandi TPPO, mulai dari ancaman dan kekerasan untuk mengontrol korban, rayuan dengan tawaran kerja fiktif, penyalahgunaan kekuasaan, hingga jerat utang yang membuat korban tak bisa melepaskan diri dari pelaku.
“Korban sering dijerat utang yang tak sanggup dibayar agar tetap berada dalam kendali pelaku. Inilah yang harus kita cegah bersama,” tutupnya. (sin)


Tinggalkan Balasan