JAKARTA RAYA – Sahrul Bosang, pemilik tanah di Desa Moyo Hilir, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, terus mencari keadilan atas lahannya yang diduga diserobot oleh pengembang perumahan PT JWI.

Sahrul mengungkapkan bahwa pada 30 Januari 2025, ia mendatangi lahannya yang kini berdiri proyek Hayatu Saida Residence di Desa Moyo. Tanah tersebut terletak di area Elong Bareran (SB5-2) dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 1881 Tahun 2020 dan SB5-1 dengan SHM No. 211 Tahun 1985.

Menurutnya, hingga kini belum ada kejelasan terkait kompensasi senilai Rp1,5 miliar yang sebelumnya telah disepakati dalam pertemuan 10 Maret 2022 di Bogor, Jawa Barat. Sahrul menyebut Syekh Ali, mantan Direktur PT JWI, belum merealisasikan kesepakatan tersebut meskipun telah digantikan oleh Wahib Saleh Saeeb Al-Batati.

“Konkretnya, pertemuan saya dengan Syekh Ali telah dijelaskan oleh Kades Moyo kepada Direktur PT JWI yang baru dalam pertemuan di Polres Sumbawa pada 28 Desember 2024,” ujar Sahrul di Jakarta, Senin (24/2/2025).

Proses Negosiasi Berlarut-larut

Sahrul menegaskan bahwa pengembang terus menunda penyelesaian kompensasi meskipun proyek perumahan terus berjalan. Bahkan, ekspansi proyek ke arah timur dilakukan dengan leluasa tanpa pemberitahuan kepadanya.

“Ada dua sertifikat hak milik (SHM) yang penguasaannya berbeda dan diserobot oleh Sulaiman. Bahkan pada 15 Oktober 2019, ia mengakui kepada Pak Pato bahwa dirinya tidak memiliki tanah,” ungkapnya.

Kondisi ini semakin parah setelah Sahrul melakukan aksi pemagaran lahan pada 7 Oktober 2024, namun pembangunan tetap berlanjut.

PT JWI sempat mengajukan pertemuan dengan Sahrul sebanyak tiga kali, namun tidak membuahkan hasil.

  1. Pertemuan pertama (10 Maret 2022) di Bogor: Syekh Ali mengakui lahan SB5 milik Sahrul dan berjanji memberikan kompensasi, tetapi tidak terealisasi.
  2. Pertemuan kedua (8 Oktober 2024) di Hotel Transit Sumbawa: Pembahasan kompensasi Rp1,5 miliar kembali dilakukan, tetapi tidak ada keputusan final.
  3. Pertemuan ketiga (28 Desember 2024) di Polres Sumbawa: Direktur PT JWI berjanji memberi keputusan pada 29 Desember 2024, namun terus menunda hingga akhirnya tak ada kepastian.

“Mereka beralasan mitra dari Yaman akan datang. Tapi hingga 22 Februari 2025, tidak ada kabar sama sekali,” jelas Sahrul.

Kompensasi Naik Jadi Rp2,5 Miliar

Atas tindakan PT JWI yang terus menunda penyelesaian kompensasi, Sahrul menegaskan bahwa jika pembayaran dilakukan setelah Februari 2025, maka jumlah kompensasi naik menjadi Rp2,5 miliar.

“Sebagai pemilik lahan SB5, saya terus dikecewakan sejak 10 Maret 2022. Kenaikan kompensasi ini adalah bentuk harga diri saya yang terus dipermainkan oleh PT JWI, sementara proyek pembangunan di atas lahan saya tetap berjalan,” tegasnya.

Selain itu, Sahrul menyesalkan perubahan peruntukan tanahnya yang semula lahan pertanian menjadi kawasan permukiman tanpa sepengetahuannya. Ia juga menuding pihak pengembang telah merusak vegetasi asli, termasuk pohon asam yang ditanam oleh penggarap sebelumnya.

Kasus ini mencerminkan pentingnya perlindungan hak atas tanah bagi masyarakat agar tidak dirugikan oleh praktik pengembang yang tidak bertanggung jawab.