JAKARTA RAYA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif timbal balik terhadap lebih dari 180 negara, termasuk Indonesia, pada Rabu (2/4/2025). Kebijakan ini akan mengenakan tarif impor sebesar 32 persen atas produk Indonesia, sebagai bentuk respons terhadap tarif Indonesia yang diklaim sebesar 64 persen terhadap produk AS.

Namun, Trump memutuskan menunda penerapan kebijakan tersebut selama 90 hari terhadap 57 negara, termasuk Indonesia, guna memberi ruang negosiasi.

Menanggapi situasi ini, PT Binokular Media Utama (“Binokular”) melakukan riset media monitoring terhadap pemberitaan dan perbincangan publik di media sosial.

Respons Pemerintah dan Sorotan Media

Dari hasil monitoring periode 2–9 April 2025, Binokular mencatat 21.448 artikel terkait kebijakan tarif AS, dengan puncak eksposur pada 8 April bertepatan dengan Sarasehan Ekonomi bertema “Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Tarif Perdagangan”.

Sentimen pemberitaan didominasi positif (49%), diikuti negatif (47,2%) dan netral (3,6%). Sorotan utama media adalah langkah Presiden Prabowo Subianto yang mengutus Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dan Menlu Sugiono ke AS untuk membuka jalur diplomasi.

Selain itu, sorotan media juga mencakup pertemuan Presiden Prabowo dengan para pemimpin ASEAN. Komentar positif turut datang dari tokoh seperti Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan, Menpar Widiyanti Putri Wardhana, dan mantan Wapres Jusuf Kalla.

Namun, kekhawatiran juga muncul dari berbagai pihak, seperti Direktur Celios Bhima Yudhistira, Ketua Umum Kadin Anindya Bakrie, Presiden KSPI Said Iqbal, serta ekonom Rosdiana Sijabat dan Adhi Lukman. Kekhawatiran mereka meliputi potensi PHK, resesi, depresiasi rupiah, dan penurunan kinerja industri padat karya.

Tiga Jurus Prabowo Jadi Perhatian Warganet

Presiden Prabowo menyiapkan tiga strategi utama: memperluas mitra dagang, mempercepat hilirisasi SDA, dan memperkuat daya beli domestik. Ketiga “jurus” ini menjadi topik hangat di media sosial dan disambut positif oleh publik.

Menurut laporan Manajer Socindex Binokular, Danu Setio Wihananto, unggahan akun @maoinfoindonesia di TikTok yang menyoroti tiga strategi Prabowo meraih 180.402 engagement.

Isu lainnya yang ramai dibahas adalah tarif balasan China kepada AS (34%), serta ajakan Jusuf Kalla agar publik tidak panik menghadapi kebijakan Trump. Seruan boikot produk AS juga muncul, mencerminkan sentimen kekecewaan masyarakat.

Selama 2–9 April, tercatat 90.905 perbincangan dengan total interaksi 3.736.881. Sentimen dominan negatif (45,7%), netral (21%), dan positif (21,2%).

Trust Publik dan Tagar Kolaborasi

Berdasarkan pemetaan emosi, “Trust” menjadi emosi paling dominan—baik yang bernada positif (optimisme terhadap pemerintah) maupun negatif (hilangnya kepercayaan terhadap AS).

Tagar #KolaborasiPerkuatEkonomi menjadi yang paling banyak digunakan dalam unggahan positif, disusul oleh #JusufKalla yang menyoroti pernyataannya soal kebijakan Trump hanya bersifat politis dan tak berdampak besar bagi RI.

Jaringan Akun dan Rekomendasi Komunikasi Publik

VP Operation Binokular Ridho Marpaung menyatakan, perbincangan di platform X (Twitter) menyebar luas, melibatkan akun portal berita seperti @CNNIndonesia dan @Kompascom, serta akun tokoh seperti @prabowo dan @gibran_tweet yang banyak disebut dalam percakapan.

“Akun seperti @Strssovrld, @masgah_, dan @arti_sebuahrasa menjadi penyumbang sentimen positif karena mengunggah narasi optimistis terhadap langkah pemerintah,” kata Ridho.

Ia menekankan pentingnya menjaga komunikasi yang konsisten antara pemerintah dan publik. “Penundaan tarif selama 90 hari harus dimanfaatkan maksimal. Tiga jurus Presiden Prabowo adalah kunci menghadapi tekanan global ini. Kita perlu kekompakan nasional untuk menjadikannya peluang,” tutup Ridho. (hab)