JAKARTA RAYA – Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, kembali menjadi pusat perhatian publik akibat polemik terkait pagar laut. Kasus ini mencakup penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan perairan yang menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitasnya.

Tak hanya soal sertifikat, Kepala Desa (Kades) Kohod, Asrin, juga menjadi sorotan. Ia dikabarkan memiliki sejumlah mobil mewah dan bahkan disebut-sebut sempat membagi-bagikan uang kepada warga agar tetap diam terkait permasalahan pagar laut.

Sebelum kasus ini mencuat, Desa Kohod pernah mendapat kunjungan penting dari Iriana Joko Widodo saat menjabat sebagai Ibu Negara. Berdasarkan arsip JPNN.com, Iriana mengunjungi desa tersebut pada 2 Agustus 2017 bersama Mufidah Jusuf Kalla dan rombongan istri menteri Kabinet Kerja.

Kunjungan tersebut dalam rangka meninjau program pemerintah bernama Kampung Sejahtera, yang diinisiasi oleh Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) dengan dukungan berbagai kementerian dan pemerintah daerah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat, serta berbagai lembaga terkait.

Dalam kunjungannya, Iriana Jokowi beserta rombongan berkeliling desa dan berinteraksi langsung dengan warga, melihat bagaimana program tersebut diterapkan di lapangan.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid telah membatalkan sejumlah SHGB dan SHM yang diterbitkan di kawasan pagar laut pesisir Tangerang.

“Banyak bidang yang terlibat, namun proses pembatalan masih berlangsung secara bertahap. Saat ini, sekitar 50 sertifikat sudah kami batalkan,” ujar Nusron di Tangerang pada Jumat (24/1/2025).

Selain itu, TNI AL bersama instansi terkait telah melakukan pembongkaran pagar laut yang sebelumnya terbuat dari bambu dan membentang lebih dari 30 km di kawasan tersebut.

Mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji, menegaskan bahwa penerbitan sertifikat HGB dan SHM di kawasan perairan tidak sah secara hukum. Menurutnya, undang-undang melarang pemberian hak kepemilikan pribadi maupun badan hukum di atas laut.

“Aparat penegak hukum, termasuk KPK, Kejaksaan, dan Polri, harus menelusuri proses penerbitan sertifikat ini. Jelas ada dokumen yang dipalsukan,” ujar Susno.

Ia juga mengungkapkan bahwa dalam kasus ini terdapat dugaan keterangan palsu dan pemalsuan dokumen. Jika terbukti ada unsur gratifikasi dalam penerbitan sertifikat tersebut, kasus ini bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi, sehingga KPK berpotensi turun tangan.

“Jika dalam pengajuan sertifikat ini ada amplop di bawah berkas permohonan, maka sudah masuk dalam ranah korupsi dan harus diusut tuntas,” pungkas Susno.

Dengan terbongkarnya kasus ini, posisi Kades Kohod, Asrin, semakin terpojok. Sebelumnya, ia mengklaim bahwa wilayah yang kini menjadi pagar laut dulunya adalah empang yang digunakan untuk budidaya perikanan.

Namun, dengan pembatalan sertifikat serta pembongkaran pagar laut, kasus ini berpotensi berkembang lebih luas. Aparat penegak hukum kini tengah mengusut kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang serta pelanggaran hukum lainnya dalam kasus ini.

Publik pun menunggu langkah tegas dari pihak berwenang dalam menindaklanjuti polemik yang telah menarik perhatian nasional ini. (hab)