JAKARTA RAYA, Kaltim — Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah, mengapresiasi langkah cepat Komisi III DPR RI yang telah melakukan kunjungan kerja ke Polda Kalimantan Tengah. Kunjungan tersebut dinilai bukan sekadar agenda rutin, melainkan bentuk keseriusan wakil rakyat dalam menanggapi dinamika penegakan hukum, khususnya terkait kasus yang menimpa Brigpol Fathurrahman.

Menurut Iskandar, kunjungan anggota Komisi III tersebut menegaskan bahwa isu dugaan pelanggaran prosedur hukum di Direktorat Narkoba Polda Kalteng telah menjadi perhatian nasional. “Ini bentuk kepedulian terhadap keadilan hukum. Kunjungan itu bukan sekadar simbolik, tetapi memiliki dimensi pengawasan yang substansial,” ujarnya.

Untuk mengungkap kasus tersebut secara terang benderang, Etos Indonesia Institute mendorong Komisi III DPR RI segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna mendengar keterangan dari semua pihak, termasuk Brigpol Fathurrahman, Polda Kalteng, Divisi Propam Polri, Kejaksaan Negeri Palangkaraya, dan Kejati Kalimantan Tengah.

“Kami menilai penting untuk menghadirkan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penanganan perkara. Jangan sampai publik menganggap ada pembiaran atau bahkan perlindungan terhadap bandar narkoba oleh aparat,” tegas Iskandar, mantan aktivis 98 itu.

Senada, analis Center for Public Policy Studies Indonesian (CPPSI) Yusuf Blegur juga menilai perlunya pengawasan publik terhadap institusi kepolisian. Ia menyebut, meningkatnya kasus yang mencoreng institusi Polri memicu lahirnya kritik tajam dari masyarakat.

“Wacana agar Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri menguat karena kepercayaan publik yang menurun. Meski banyak aparat yang baik, skandal demi skandal merusak citra Polri secara keseluruhan,” katanya.

Yusuf juga menyoroti maraknya fenomena Percuma Lapor Polisi yang mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap respons kepolisian atas laporan warga.

Kasus Brigpol Fathurrahman, Dugaan Rekayasa Penjebakan

Seperti diberitakan, kuasa hukum Brigpol Fathurrahman, Rusdi Agus Susanto, SH, menyebut kliennya menjadi korban dugaan rekayasa kasus narkoba yang menyebabkan pemecatan tidak hormat. Ia mengungkap beberapa nama oknum di Polda Kalteng yang patut diperiksa, antara lain:

  • DK, perwira menengah yang diduga mengetahui seluruh proses hukum.

  • AS, yang saat penggeledahan menunjuk plastik hitam diduga bekas pembungkus sabu.

  • AW, yang mengarahkan agar Fathur mengaku barang milik orang lain.

  • TW, diduga sebagai dalang intelektual yang memerintahkan penjebakan dengan sabu seberat 80 gram.

Rusdi juga menyebut ada empat orang yang telah ditetapkan majelis hakim sebagai pemilik barang bukti narkoba namun belum diproses hukum, yaitu TW, R, HP, dan JA. Hakim telah memerintahkan agar penyidik segera memeriksa keempat nama tersebut.

Etos Indonesia dan CPPSI berharap RDP nantinya menjadi titik awal untuk mengurai benang kusut kasus ini dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. (hab)