JAKARTA RAYA – Tingginya angka golput (golongan putih) dalam Pilkada Jakarta 2024 menjadi perhatian banyak pihak. Sebanyak 3.489.614 pemilih memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya, dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mencapai 8.214.007. Berdasarkan rekapitulasi penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya tercatat 4.724.393 orang, dengan 4.360.629 suara sah dan 363.764 suara tidak sah.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif SPIN, Igor Dirgantara, menilai bahwa rendahnya partisipasi pemilih memberikan peluang realistis bagi Pilkada Jakarta untuk memasuki putaran kedua. Ia mengungkapkan, tingginya jumlah golput, yang sebagian besar disebabkan oleh tidak diterimanya surat panggilan (C6) oleh pemilih, mencerminkan masalah dalam pelaksanaan pilkada.
“Potensi dua putaran lebih realistis, karena tingkat golput yang tinggi menunjukkan ada masalah dengan distribusi surat panggilan, yang berdampak pada rendahnya partisipasi politik,” ujar Igor, Selasa (10/12/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Igor juga menyebutkan adanya dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Pilkada Jakarta, termasuk temuan 19 surat suara milik Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel) yang dicoblos oleh Ketua KPPS 028 di Pinang Ranti, Jakarta Timur, serta dugaan praktik pembagian sembako, uang, dan barang lainnya untuk mempengaruhi preferensi pemilih.
Menurut Igor, Tim Hukum kubu Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana harus bisa membawa bukti-bukti tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), agar MK bisa memutuskan apakah Pilkada Jakarta perlu diulang atau dilanjutkan ke putaran kedua.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak rendahnya partisipasi pemilih terhadap kepemimpinan di Jakarta, mengingat angka partisipasi tahun ini hanya 58 persen, jauh di bawah Pilkada Jakarta 2017 yang mencatatkan partisipasi hingga 80 persen.
Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, turut memberikan dukungan terhadap langkah Tim RIDO untuk mencari keadilan melalui jalur MK. Menurut Jimly, meski gugatan ini berisiko kalah, MK tetap akan mempertimbangkan suara jutaan pemilih yang merasa dirugikan. “Pengadilan itu bukan hanya soal menang atau kalah, tapi juga soal solusi terhadap kesalahan yang terjadi,” pungkasnya. (hab)