JAKARTA RAYA |
Industri tembakau merupakan bagian dari identitas nasional, oleh karenanya haruslah dijaga.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya dikutip dari laman resmi DPR, Jakarta, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau kita tidak memiliki keberpihakan terhadap tembakau sebagai identitas nasional, apalagi di tengah industrialisasi yang gila-gilaan dan susahnya lapangan pekerjaan, kita mau ngapain?” ujar Willy.
Lebih lanjut Willy menyatakan, bahwa industri tembakau tidak hanya penting dari sisi ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari ekosistem nasional yang melibatkan berbagai sektor, mulai dari petani, hingga industri ritel.
Ia menyebut tembakau sebagai simbol identitas nasional yang harus dipertahankan di tengah pesatnya industrialisasi dan kesulitan lapangan pekerjaan.
Willy juga mengingatkan agar pembuatan kebijakan dilakukan dengan pendekatan partisipatif dan kolaboratif, serta menggunakan solusi saling menguntungkan yang melibatkan berbagai pihak.
“Kita butuh solusi triple win, tidak hanya satu atau dua pihak yang diuntungkan, tetapi juga secara strategis lingkungan dan ekosistem yang lebih luas,” tambahnya.
Pernyataan tersebut menanggapi Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
Untuk diketahui, Kemenkes menargetkan RPMK tersebut rampung pada minggu kedua bulan September 2024, mengejar target sebelum pergantian menteri.
RPMK itu disinyalir memuat ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau alternatif dengan referensi dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang tidak diratifikasi Pemerintah Indonesia.
Dalam kesempatan lain, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi khawatir implementasi kebijakan itu bisa menjadi pintu masuk bagi peningkatan rokok ilegal.
“Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa regulasi yang ada malah mempermudah peredaran rokok ilegal dan merugikan industri yang mematuhi hukum,” ujarnya.(JR)