JAKARTA RAYA- Komisi-komisi di DPRD DKI Jakarta mulai panas-dingin. Hal itu berkaitan dengan adanya kebijakan pembatasan dari pimpinan Komisi dan pimpinan DPRD DKI yang mulai diterapkan pada periode 2024-2029.
Kebijakan pembatasan itu dinilai akan membuat DPRD DKI, khususnya di Komisi-Komisi terkotak-kotak. Sebab, dengan adanya kebijakan itu anggota Komisi D tidak lagi bisa mengajukan permintaan yang berkaitan dengan Komisi A,B,C dan E.
“Saya kira kebijakan sama halnya harus ‘satu pintu’, itu tidak lah benar. Sebab akan menjadikan Komisi-komisi di DPRD DKI terpecah belah. Dan ini sangat membahayakan bagi soliditas sesama anggota Komisi,” ujar anggota Komisi D DPRD DKI, Bun Joi Phiau, Senin (19/5/2025).
Menurut anggota Fraksi PSI di DPRD DKI itu, dalam pelaksanaan reses yang diamanatkan UU, permintaan warga harus dipenuhi tanpa harus melalui persetujuan dari pimpinan Komisi lainnya.
Namun, untuk saat ini kebijakan itu mengalami perubahan yang berpotensi akak merusak harmonisasi komisi-komisi di Kebon Sirih.
“Jika dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat anggota Komisi harus meminta Komisi lain. Itu akan menyulitkan bagi anggota Komisi bersangkutan,” katanya.
Lebih lanjut, politisi yang akrab disapa Bon Jovi itu mengungkapkan jika hal itu dibiarkan, yang akan dirugikan masyarakat luas. Kecenderungan yang akan terjadi, kata dia akan berdampak pada aksi saling balas melakukan penolakan sesama Komisi dalam pemenuhan kebutuhan anggota Komisi lain. “Hal itu jangan sampai terjadi, soliditas anggota lintas Komisi harus terjaga untuk periode 2024-2029,” katanya.
Sementara, anggota DPRD DKI 4 periode, Neneng Hasanah menyoroti perubahan kebijakan yang terjadi pada kepemimpinan di Komisi dan DPRD DKI periode 2024-2029.
Politisi yang akrab disapa Bunda itu menjelaskan jika pada periode DPRD DKI sebelum-sebelumnya, pimpinan Komisi dan DPRD DKI Jakarta tidak pernah melakukan pembatasan terhadap kebijakan yang diterapkan dalam menyerap aspirasi masyarakat.
“Anggota DPRD DKI sesuai UU pemilu terbagi dalam 10 dapil di Jakarta. Dalam aturannya, anggota DPRD DKI memiliki hak dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat di dapil masing-masing. Kenapa saat ini justru anggota Komisi dipersulit,” ujar anggota Fraksi Demokrat di DPRD DKI, Neneng Hasanah.
Anggota DPRD DKI dapil II Jakarta Utara itu mencontohkan, persoalan yang dialami konsituen di dapil-nya. Dikarenakan kebutuhan warga berada di Komisi E, justru hal itu harus disetujui pimpinan Komisi E dan pimpinan DPRD DKI.
“Saya kira ini sangat menyulitkan karena harus meminta persetujuan dari sejumlah pimpinan. Tentunya ini sangat berbeda dengan kebijakan kepemimpinan yang lalu- lalu di DPRD DKI,” jelasnya.
Tidak hanya itu, pada SKPD kebijakan pembatasan itu akan juga berdampak. Eksekutif yang selama tenggap dalan melaksanakan tupoksinya akan terkotak-kotak karena adanya kebijakan pimpinan Komisi dan pimpinan DPRD DKI.
“Jadi, jangan sampai kami yang berada di Komisi D akan menolak semua permintaan dari Komisi lain khususnya dalam hal pengaspalan atau pun perbaikan saluran air. Harus dicatat, kami tidak pernah melakukan pembatasan pada anggota Komisi lain saat dapil dari anggota Komisi membutuhkan hal itu,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan