JAKARTA RAYA – Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, dikabarkan akan melakukan mutasi terhadap 44 camat atau seluruh camat di Jakarta pada Rabu (13/11) besok. Pergantian camat ini menimbulkan dugaan adanya politisasi dalam pendistribusian bantuan sosial (bansos) yang diduga akan digunakan untuk kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 mendatang.
Terkait hal tersebut, sejumlah pihak mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengawasi mutasi tersebut, yang berpotensi mengarah pada politisasi bantuan sosial untuk menguntungkan salah satu pasangan calon tertentu.
Pelanggaran UU Pemilu
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pada Pasal 71 ayat (2) ditegaskan bahwa gubernur atau bupati/walikota tidak boleh melakukan mutasi pejabat enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan, kecuali dengan persetujuan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 71 juga mengatur sanksi bagi kepala daerah yang melanggar ketentuan tersebut, yakni dapat dijatuhi pidana sesuai dengan Pasal 190, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama enam bulan, serta denda antara Rp600.000 hingga Rp6.000.000.
Politiasi Bansos Bisa Berujung pada Pelanggaran Berat
Jika pergantian camat ini terbukti untuk kepentingan politik, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan kecurangan. Selain itu, pembagian bantuan sosial yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik juga jelas melanggar ketentuan dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etika yang berat.
Pada Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, disebutkan bahwa pejabat pemerintah yang terbukti menyalahgunakan wewenang dapat dikenakan sanksi administrasi berat, termasuk pemberhentian tetap tanpa hak fasilitas apapun.
KPK dan PPATK Diminta Terlibat
Atas dugaan pelanggaran ini, pihak yang menaruh perhatian mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan penyelidikan. Mereka diminta untuk menelusuri potensi kejahatan struktural dengan memeriksa bukti transaksi yang melibatkan pejabat terkait di Bank DKI.
“Mutasi pejabat seperti ini mengkhawatirkan, apalagi jika disertai dengan politisasi bansos. Kami mendesak KPK dan PPATK untuk memantau transaksi dari Bank Daerah,” ujar salah satu pihak yang terlibat.
Pelanggaran serupa sebelumnya juga sempat terjadi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang menambah keprihatinan atas potensi penyalahgunaan wewenang dalam masa-masa penting menjelang Pilkada dan Pemilu. (eng)
Tinggalkan Balasan