JAKARTA RAYA – Sejumlah masyarakat mengaku kecewa dan memilih beralih ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta seperti Shell dan Vivo, setelah mencuatnya dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga.
Rafi (25), warga Pancoran, Jakarta Selatan, menyatakan kekecewaannya setelah mengetahui dugaan tersebut. Ia yang biasa menggunakan Pertamax kini memutuskan untuk beralih ke SPBU swasta. “Ke depannya saya akan beli di SPBU swasta saja. Lebih aman dan terjamin, pelayanannya juga lebih ramah. Harganya pun hanya selisih beberapa ratus rupiah,” ujarnya, Rabu (26/2/2025). Rafi biasanya menghabiskan Rp50.000 hingga Rp100.000 setiap minggu untuk membeli Pertamax di SPBU Pertamina.
Senada dengan Rafi, Luthfa (22) juga menyatakan rasa kecewanya dan berniat beralih ke SPBU swasta. “Kalau ingin mendapatkan bensin dengan kualitas setara Pertamax, lebih baik sekalian ke SPBU lain yang lebih terjamin,” ujarnya. Ia merasa dirugikan karena telah membayar lebih untuk bahan bakar berkualitas, namun ternyata BBM tersebut dioplos. “Saya kecewa, karena sudah bayar lebih mahal, tapi ternyata kualitasnya tidak sesuai harapan,” tambahnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023. Kejagung mengungkap bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite, lalu mencampurnya (blending) agar menyerupai Pertamax, tetapi tetap menjualnya dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal yang dibeli sebenarnya hanya Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah, lalu dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian pernyataan resmi dari Kejagung, Selasa (25/2/2025). Tindakan ini dinyatakan sebagai pelanggaran.
Dalam perkara ini, selain Riva Siahaan, Kejagung juga menetapkan enam tersangka lainnya, yaitu Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional SDS; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional AP; beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa MKAR; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim DW; serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak GRJ.
Kasus ini menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi pengguna BBM Pertamax yang merasa dirugikan akibat dugaan pengoplosan tersebut. Dengan adanya kejadian ini, banyak konsumen mulai mempertimbangkan untuk beralih ke SPBU swasta demi mendapatkan kualitas bahan bakar yang lebih terjamin. (hab)
Tinggalkan Balasan