JAKARTA RAYA – Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Daerah Pemilihan Jawa Barat (Jabar) Agita Nurfianti mengajak para guru dan siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kota Bandung, Jabar, untuk memahami dan menghargai pilar-pilar yang menjadi dasar dari kehidupan berbangsa dan bernegara, Senin (24/1). Pilar-pilar tersebut terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika.

“Hari ini, saya ingin mengajak adik-adik semua untuk lebih memahami dan menghargai empat pilar yang menjadi dasar dari kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Pilar-pilar ini bukan hanya sekadar teori, tetapi juga prinsip-prinsip yang perlu kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari agar Indonesia tetap maju, adil, dan sejahtera,” ujar Agita di hadapan para Guru dan siswa SMA tersebut.

Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 100 siswa dan beberapa guru serta mendapat sambutan yang sangat baik dari SMAN 1 Bandung sebagaimana disampaikan oleh Kardiana, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas.

“Kami dari sekolah sangat berterima kasih Ibu sebagai anggota DPD RI mau berbagi Ilmu kepada Siswa-siswi di SMAN 1 Bandung. Kami menginginkan siswa-siswi SMAN 1 Bandung terutama Kelas 10 akan menjadi alumni-alumni SMAN 1 Bandung yang unggul terbaik di manapun berada, menjadi orang-orang yang selalu mengamalkan ilmu yang mereka terima terutama tentang empat pilar. Materi ini diperlukan di pelajaran PPKN,” ungkapnya.

“Semoga dengan adanya kegiatan ini, siswa-siswi SMAN 1 Bandung bisa langsung menerima ilmu dari narasumber Anggota DPD RI yang memang sesuai bidangnya. Semoga kegiatan ini terus berlangsung untuk siswa-siswi kelas 10 di tahun yang akan datang sebagai bentuk perhatian pemerintah terutama anggota DPD RI kepada sekolah,” harap Kardiana.

Disampaikan Agita, pilar pertama yang menjadi dasar negara adalah Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur yang mengajarkan kita untuk hidup rukun, saling menghormati, dan mengutamakan gotong-royong. Pancasila bukan hanya sekadar simbol atau lambang negara, tetapi juga merupakan cara kita untuk mengatur kehidupan bersama di tengah keberagaman yang ada.

“Sebagai generasi muda, adik-adik sekalian, kita harus memahami bahwa Pancasila adalah sumber dari segala hukum dan tata nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam setiap aspek kehidupan kita, mulai dari keluarga, sekolah, hingga masyarakat, kita harus senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.

“Sebagai pelajar, kalian dapat memulai dengan hal-hal sederhana. Mulailah menghargai perbedaan, bekerja sama dengan teman yang berbeda latar belakang baik berbeda agama, suku, budaya, serta menjaga sikap dan tutur kata. Karena Pancasila adalah cerminan dari sikap kita dalam kehidupan sehari-hari,” tambah Agita.

Agita mencontohkan terkait perundungan sebagai isu yang masih marak di lingkungan sekolah secara sadar ataupun tidak. Hal ini sangat bertentangan dengan Pancasila sila kedua dan harus menjadi perhatian bersama.

Contoh lainnya, Agita menyampaikan, sekaligus menjawab pertanyaan salah seorang siswa, terkait perbedaan pendapat pada rapat, seperti Rapat OSIS. Hal ini sesuai dengan Pancasila sila keempat terkait musyawarah untuk mufakat.

“Ketika rapat ada perbedaan pendapat itu wajar, oleh karena itu ketika rapat akan ada pimpinan rapat biasanya ketua atau wakil ketua. Jika tidak menemukan kesepakatan, maka bisa dilakukan voting suara terbanyak untuk mengambil keputusan. Jika voting seri hasilnya, maka ketua atau pimpinan rapat dapat mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan mana yang lebih baik atau yang memiliki nilai positif yang lebih banyak. Para anggota pun harus dapat menerima keputusan hasil rapat dengan berbesar hati,” jelasnya.

Pilar kedua adalah UUD 1945, lanjut Agita, yaitu konstitusi atau hukum dasar yang mengatur segala hal yang berhubungan dengan struktur negara, hak-hak rakyat, serta kewajiban negara untuk melindungi dan mensejahterakan warganya. UUD 1945 memberikan jaminan hak kepada setiap warga negara, salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

“Ini adalah hak yang harus kita jaga dan manfaatkan sebaik-baiknya. Sebagai pelajar, kalian memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, dan sudah seharusnya kalian menjalankannya dengan serius. Di sisi lain, adik-adik juga memiliki kewajiban untuk belajar dengan sungguh-sungguh, menghargai guru, serta berperan aktif dalam menjaga keutuhan dan kemajuan bangsa,” tuturnya.

Pilar ketiga adalah NKRI. Ia mengatakan, Indonesia sebagai negara kesatuan yang tidak terpisahkan, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Semua wilayah Indonesia adalah bagian dari satu kesatuan yang utuh dan tidak boleh tercerai-berai. NKRI bukan hanya sekedar nama, tetapi merupakan jaminan bahwa kita adalah satu bangsa yang hidup di bawah satu hukum, satu sistem pemerintahan, dan satu cita-cita bersama.

“Sebagai warga negara Indonesia, kita semua memiliki kewajiban untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan negara ini. Perpecahan hanya akan melemahkan kita, sedangkan persatuan adalah kekuatan yang akan membuat Indonesia maju dan Berjaya,”ungkap Agita.

“Sebagai pelajar, menjaga NKRI berarti menjaga persatuan dan kedamaian. Jangan terprovokasi oleh isu-isu yang bisa memecah belah, dan pastikan bahwa kita selalu menjaga semangat kebersamaan sebagai bangsa yang besar,” sambungnya.

Pilar keempat adalah Bhinneka Tunggal Ika, lanjutnya, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Slogan ini adalah cermin dari bangsa Indonesia yang sangat kaya akan keberagaman. Kita memiliki berbagai suku, agama, bahasa, dan budaya, namun kita tetap satu sebagai bangsa Indonesia. Keberagaman bukanlah alasan untuk terpecah, tetapi justru menjadi kekuatan untuk mempererat persatuan.

“Sekolah ini merupakan miniatur masyarakat Indonesia, kalian sudah belajar untuk hidup dalam keberagaman. Ada teman yang berbeda agama dan suku, namun bisa saling bekerja sama, belajar bersama, dan merayakan perbedaan sebagai sesuatu yang indah. Sebagai generasi muda, kalian harus menjadi contoh dalam merayakan keberagaman. Cobalah untuk membuka diri terhadap budaya dan tradisi yang berbeda, hargai teman-teman yang memiliki pandangan atau latar belakang yang berbeda. Jangan biarkan perbedaan menjadi sumber perpecahan, tetapi jadikanlah untuk mempererat persatuan,” jelasnya.

Di samping itu, Agita juga menjawab beberapa pertanyaan siswa, salah satunya terkait aspirasi dari masyarakat. Ia mengatakan, pihaknya mengunjungi masyarakat serta mengundang berbagai pihak untuk menyerap aspirasi-aspirasi. Setelah selesai masa reses, ia menyampaikan aspirasi-aspirasi tersebut kepada instansi terkait untuk dibahas dan ditindaklanjuti. (sin)