JAKARTA RAYA | JAKARTA
Di tengah ancaman kebangkrutan raksasa tekstil Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), sebanyak 2.500 pekerjanya telah dirumahkan. Tapi, itu bukan PHK.
Saat berkunjung ke pabrik Sritex di Sukoharjo, Jumat (15/11) kemarin, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan memastikan bahwa perusahaan tidak melakukan PHK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Noel menjelaskan, langkah Sritex merumahkan pekerja ini dilakukan karena perusahaan tidak berproduksi akibat kurangnya bahan baku. Makna ini berbeda dengan PHK, di mana menurut dia artinya pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan.
“Jangan salah definisi ya soal itu, biar masyarakat paham mana PHK, dan mana yang dirumahkan,” ujar Noel, dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/11).
Apabila nanti Sritex terpaksa harus mengambil keputusan PHK, lanjut Noel, ia memastikan seluruh proses PHK dapat berjalan sesuai dengan aturan ketenagakerjaan, serta menjamin hak-hak pekerja tetap terlindungi.
“Kami sangat memahami bahwa kabar mengenai PHK ini membawa dampak besar bagi para pekerja Sritex dan keluarganya. Oleh karena itu, kami pastikan agar hak-hak pekerja terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku,” kata dia.
Sebelumnya, Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto mengabarkan bahwa bahan baku Sritex yang tersedia hanya cukup untuk menopang operasional dalam tiga pekan ke depan. Meski demikian, Iwan menegaskan Sritex tidak mengambil langkah PHK.
“Sritex tidak melakukan PHK dan dalam status kepailitan ini. Tetapi Sritex telah meliburkan sekitar 2.500 karyawan akibat kekurangan bahan baku, ini memang kemarin ini kan ada tersendat di dalam proses administrasi,” ujar Iwan, di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Rabu (13/11).
Kekurangan bahan baku disebabkan karena masalah administrasi, di mana Sritex tidak memperoleh izin dari kurator dan hakim pengawas untuk melakukan distribusi ataupun menerima barang masuk. Akibatnya, bahan baku yang tersisa saat ini hanya cukup untuk tiga minggu ke depan. Beban Sritex ini diperparah dengan rekening bank perusahaan yang diblokir.
Iwan memastikan bahwa 2.500 karyawan yang dirumahkan ini tetap digaji. Namun apabila kurator dan hakim pengawas tidak segera memberikan izin untuk mempertahankan operasi, tidak menutup kemungkinan PHK bisa terjadi.
“Jumlah karyawan yang diliburkan akan terus bertambah apabila tidak ada keputusan dari kurator dan hakim pengawas untuk izin keberlanjutan usaha. Jadi ini ada proses point of concern yang harus cepat diputuskan oleh hakim pengawas. Karena ini akan membantu kami dalam keberlanjutan,” kata dia.
“Kalau tidak ada going concern atau daripada keberlangsungan itu, itu malah jadi ancaman, ancaman ada Pak Wamen (Ketenagakerjaan). Ancaman PHK ada,” sambungnya. (jr)