JAKARTA RAYA — Menyusul langkah Australia, Pemerintah Indonesia berencana membuat aturan pembatasan usia penggunaan media sosial. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyampaikan bahwa regulasi ini akan diawali dengan Peraturan Pemerintah yang mencakup kajian perlindungan anak di media sosial. Hal ini diungkapkan saat konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/1/2025). Presiden RI Prabowo Subianto juga dikabarkan memberikan perhatian penuh terhadap wacana ini.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menambahkan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan kementerian terkait serta Komnas Perempuan dan Anak untuk menyusun Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait aturan ini. Sebelumnya, Nezar mengungkapkan bahwa dari sekitar 4 juta pemain judi online di Indonesia, sebanyak 80.000 di antaranya adalah anak-anak.
Berdasarkan laporan We Are Social 2024, jumlah pengguna media sosial aktif di Indonesia mencapai 167 juta orang (60,4% dari total populasi). Anak-anak berusia di atas 5 tahun dilaporkan menggunakan internet rata-rata 5,4 jam per hari, menurut studi UNICEF tahun 2023. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024 menunjukkan, mayoritas pengguna internet berasal dari Generasi Z (34,4%), disusul Milenial (30,62%), dan Generasi X (18,98%). Platform favorit bagi Generasi Z adalah Instagram (51,9%), diikuti Facebook (51,64%) dan TikTok (46,84%).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasil riset media monitoring PT Binokular Media Utama (Binokular) menunjukkan pemberitaan terkait wacana pembatasan usia penggunaan media sosial mencapai puncaknya pada 15 Januari 2025. Dalam periode 13–20 Januari 2025, tercatat 776 artikel dengan sentimen positif (92,14%) dan netral (7,47%).
Topik paling dominan dalam pemberitaan adalah Rencana Komdigi Batasi Usia Penggunaan Media Sosial, yang mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk DPR, Pemda, dan Kementerian PPPA. Menkomdigi Meutya Hafid dan Wamenkomdigi Nezar Patria menjadi figur paling banyak dikutip media, diikuti oleh Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Di media sosial, Binokular menemukan 1.610 percakapan dengan 63.804 interaksi. Sentimen positif mendominasi (60,2%), terutama pada unggahan Instagram yang memuji langkah pemerintah meniru regulasi Australia. Salah satu unggahan populer dari akun @joe.san23 menyebut, “Sudah seharusnya negara kita bersikap tegas! Banyak konten negatif yang tidak sepantasnya dilihat anak-anak di media sosial.”
Meski mayoritas pemberitaan dan percakapan bernada positif, sejumlah catatan kritis juga muncul. Di media massa, beberapa pihak menyoroti pentingnya kajian mendalam dan literasi media sebagai solusi jangka panjang. Direktur Safenet, Nenden Sekar Arum, menyarankan agar pemerintah fokus pada edukasi media sosial dibandingkan regulasi teknis yang rumit.
Di media sosial, warganet mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam implementasi aturan ini, mengingat pembatasan serupa seperti larangan pembelian rokok di bawah umur masih sering dilanggar. Beberapa juga mengkritisi potensi manipulasi data, pelanggaran privasi, hingga kekhawatiran pemerintah terlalu mengontrol perilaku pengguna media sosial.
Beberapa negara lain telah menerapkan aturan serupa. Australia, misalnya, menetapkan usia minimum 16 tahun untuk menggunakan media sosial mulai Januari 2025 dengan sistem verifikasi berbasis biometrik. Prancis melarang anak di bawah 15 tahun memiliki akun media sosial tanpa izin orang tua. Di China dan Vietnam, pembatasan juga mencakup durasi penggunaan media sosial dan gim online.
Vice President Binokular Data Analytics, Ridho Marpaung, menyatakan dukungan terhadap rencana regulasi ini. Menurutnya, pembatasan usia bisa membantu melindungi tumbuh kembang anak serta mendorong pelaku industri kreatif untuk menciptakan konten yang lebih ramah anak. “Dengan konten yang relevan dan sehat, anak-anak dan remaja dapat berkembang lebih baik sebagai generasi penerus bangsa,” ujar Ridho.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya pemberantasan situs-situs negatif seperti judi online, pornografi, dan gim kekerasan untuk mendukung keberhasilan regulasi ini. “Regulasi ini diharapkan tidak hanya melindungi anak-anak, tetapi juga menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat,” tutupnya. (sin)