JAKARTA RAYA – Middle Income Trap (MIT) menggambarkan situasi dimana negara berpendapatan menengah tidak dapat melakukan transisi menuju negara berpendapatan tinggi.
Hal ini disebabkan produktivitas tenaga kerja yang masih rendah, biaya produksi tinggi dan produksi barang belum memiliki nilai tambah yang tinggi sehingga tidak dapat bersaing secara internasional.
MIT mengakibatkan pertumbuhan ekonomi melambat, pendapatan per kapita stagnan, dan standar hidup masyarakat tidak meningkat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Umum KADIN DK Jakarta Hj. Diana Dewi dalam unggahannya di @dianadewi.id menyatakan bahwa menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia menjadi kelas menengah rentan atau bahkan miskin harus ditanggapi dengan serius oleh berbagai pihak terkait, Rabu (4/9/2024).
“Kita tidak ingin pada saat momen Indonesia Emas nanti, negara kita masih tergolong sebagai negara yang terjebak oleh Middle Income Trap (MIT).” Ungkapnya.
“Inflasi memang jadi salah satu faktor, tetapi penurunan daya beli tidak dapat dipungkiri jadi faktor terbesar hal ini dapat terjadi.
Diana Dewi menghimbau agar ada solusi konkret yang bisa mengatasi hal ini.” Tambahnya.
“Dari sisi kami sebagai pengusaha, kepastian hukum serta efisiensi birokrasi adalah hal yang penting untuk mendorong iklim usaha yang kompetitif serta terus mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dengan upah yang layak.” Pungkasnya.
Merilis Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kemenkeu RI, dalam beberapa dasawarsa, hanya sedikit negara berpendapatan menengah di Kawasan Asia-Pasifik yang dapat melakukan transisi menuju negara berpendapatan tinggi, termasuk Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan.
Indonesia sendiri tengah melakukan akselerasi dan menargetkan untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi di tahun 2036-2038 sesuai visi Indonesia Emas 2045. (eng)